Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

IYMWF Fatayat NU Bahas Pencegahan Stunting di Indonesia

Anggia Ermarini adalah salah satu pembicara yang menyajikan topik "Inisiatif Pencegahan Stunting untuk Senyum Anak Bangsa".

Editor: Husein Sanusi
zoom-in IYMWF Fatayat NU Bahas Pencegahan Stunting di Indonesia
Istimewa
International Young Moslem Women Forum (IYMWF) 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Bahasa agama dan suara tokoh-tokoh agama cukup efektif dalam mendukung pencegahan stunting di Indonesia.

Ini diungkapkan Anggia Ermarini, Ketum Pimpinan Pusat Fatayat Nahdlatul Ulama (PP Fatayat NU) di Hotel Aryaduta, Jumat (26/10/2018), dalam gelaran International Young Muslim Women Forum (IYMWF). 

Anggia Ermarini adalah salah satu pembicara yang menyajikan topik "Inisiatif Pencegahan Stunting untuk Senyum Anak Bangsa".

Menurut perempuan yang juga Inisiator Barisan Nasional Cegah Stunting ini, jarang sekali organisasi keagamaan mengusung isu praktikal seperti stunting.

"Baru kemarin Munas Konbes PBNU merekemondasikan agar stunting diintervensi secara serius oleh pemerintah," ujarnya. 

Menurut Anggia, selama ini kerja-kerja Fatayat NU dalam isu stunting mengandalkan basis jaringan, pengajian, dan struktur kader organisasi. "Kader-kader Fatayat menjadi tempat bertanya bagi masyarakat."

Stunting adalah masalah kronis pertumbuhan, mulai dari usia kandungan sampai dua tahun. Kasus stunting di Indonesia mencapai 37,2 persen. "Fatayat NU bekerja pada isu stunting sejak 2012 di Kabupaten Brebes, kabupaten dengan 40 persen kasus stunting," ujar Anggia. 

Berita Rekomendasi

Isu stunting cukup urgen karena Indonesia sedang menyongsong bonus demografi. Menurut Anggia, jika bayi-bayi saat ini mengalami stunting, maka akan mempengaruhi inovasi bangsa, juga menghabiskan anggaran negara karena warganya akan sering sakit.

"Alquran telah menyatakan bahwa berikan anak-anakmu rizki yang halalan thoyyiban. Selain halal, juga harus thoyyiban, berkualitas. Anak tidak mungkin sejak kecil hanya dikasih singkong," ujarnya. 

Pembicara lain adalah Ninuk Mardiana Pambudy, Wakil Redaktur Harian Kompas,  mengetengahkan Peran Media Memperkuat Pengalaman Masyarakat dalam Isu Kesehatan. "Saya beruntung bekerja di Kompas karena visi pendirinya sangat kuat. Perhatian Kompas sangat serius pada isu-isu grassroot kesehatan masyarakat. Tantangan kita saat ini adalah masyarakat lebih suka membaca digital daripada membaca koran," ujar Ninuk.

Perempuan yang telah 32 tahun bekerja untuk Kompas ini menekankan yang paling penting dalam sebuah tulisan adalah perlunya pesan kuat untuk disampaikan.

"Best practices Fatayat sangat banyak. Akan lebih baik daripada diceritakan dari mulut ke mulut, ditulis kesan-kesan dan cara-cara menyelesaikan persoalan, serta pengalaman-pengalaman menarik yang dapat menarik perhatian pemerintah pusat."

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas