Jelang Pemilu 2019, Banyak Alat Perekam KTP Elektronik Rusak di Lampung
Anggota Komisi II DPR RI Henry Yosodiningrat menyampaikan bahwa dibeberapa kabupaten dan kota di Provinsi Lampung banyak ditemukan alat perekam
Editor: Content Writer
Anggota Komisi II DPR RI Henry Yosodiningrat menyampaikan bahwa dibeberapa kabupaten dan kota di Provinsi Lampung banyak ditemukan alat perekam untuk pembuatan KTP elektronik (KTP-el) yang rusak. Bahkan ada kabupaten yang memiliki 11 buah perangkat perekam KTP-el, namun sebanyak 9 diantaranya dalam kondisi rusak.
Dalam kesempatan Kunjungan Kerja Reses Komisi II DPR ke Provinsi Lampung yang dipimpin Wakil Ketua Komisi II DPR RI Herman Khaeron, Henry mempertanyakan kepada pihak yang berwenang terkait upaya perbaikan yang telah dilakukan terhadap sejumlah perangkat perekam KTP-el yang rusak tersebut.
“Tingkat kemungkinan untuk bisa diperbaikinya berapa persen? Kita senantiasa mendesak dan terus memantaufollow up dari segala permasalahan yang berkaitan dengan upaya untuk perbaikan,” ujar Henry saat pertemuan dengan pihak terkait di Kota Bandar Lampung, Lampung, Jumat (02/11/2018).
Menghadapi Pemilihan Umum (Pemilu), dalam hal ini Pemilihan Legislatif (Pileg) dan Pemilihan Presiden (Pilpres) 2019, Henry masih merasa khawatir dengan kondisi yang ada. Hal itu dikarenakan masih banyaknya kekurangan yang terjadi dibeberapa sisi.
“Dengan sisa waktu yang cukup singkat ini, saya berharap kepada semua pihak yang terkait agar dengan penuh rasa kesungguhan untuk menaruh perhatian demi suksesnya Pemilu 2019. Semua pihak harus memperbaiki diri," tegasnya.
Sebagai Anggota DPR RI dari dapil Lampung, Henry juga banyak menerima laporan dari masyarakat mengenai kasus pertanahan di Provinsi Lampung. Diantaranya adalah kasus tanah masyarakat di Kabupaten Tulang Bawang, dimana ada tanah warga masyarakat yang dikuasai oleh pihak AURI.
Selain itu, sambung Henry, di Kabupaten Lampung Timur ada 3 desa yang juga mengalami kasus tanah, yakni lahan seluas 350 meter yang ditarik dari bibir pantai yang diambil dan dipatok oleh pihak D, nas Kehutanan dengan alasan lahan itu diperuntukan bagi hutan bakau demi mencegah abrasi.
"Masyarakat (setempat) berkeluh kesah, dan mereka menuntut ganti untung atas persoalan tersebut. Begitupun di wilayah Lampung lainnya, ada juga kasus tanah warga seluas 150 hektar yang dikuasai oleh para pendatang," papar legislator PDI-Perjuangan itu. (*)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.