Pengelolaan Pelabuhan Nasional Harusnya Berlandaskan Semangat Konstitusi Bukan Liberalisasi Asing
Pelabuhan gerbang ekonomi yang tata kelolanya berdampak langsung kepada rakyat dan pekerja pelabuhan itu sendiri sehingga negara wajib hadir
Editor: Eko Sutriyanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengelolaan pelabuhan nasional yang menyangkut hajat hidup rakyat Indonesia, harus dilakukan dengan berlandaskan semangat konstitusi bukannya liberalisasi asing yang membahayakan kedaulatan dan hilangnya potensi ekonomi nasional.
Pengelolaan Pelabuhan secara konstitusional adalah semangat nasionalisme yang murni.
"Pelabuhan gerbang ekonomi yang tata kelolanya berdampak langsung kepada rakyat dan pekerja pelabuhan itu sendiri. Negara wajib hadir tanpa kompromi," kata Ketua Umum Federasi Pekerja Pelabuhan Indonesia (FPPI), Nova Sofyan Hakim di Jakarta, Kamis (9/11/2018).
Ia mengaku heran, mengapa yang terjadi justru kebalikannya.
Pelabuhan petikemas terbesar di Indonesia JICT dan Koja malah kembali dijual ke asing untuk 20 tahun ke depan tanpa ada urgensi.
"Potensi ekonomi nasional yang besar dan kedaulatan atas aset strategis bangsa hilang total," katanya.
Baca: Tim Silver Polres Pelabuhan Tanjung Perak Temukan Sabu-sabu dari Dua Tersangka Kasus Fidusia
Ia menyebut, pembangunan pelabuhan baru NPCT-1 di ibukota negara tanpa memikirkan keberlangsungan teknis pembangunan sehingga dinyatakan "Gagal Kontruksi".
Ditambah asing bisa kontrol 100% atas pengelolaannya.
Pinjaman asing Rp 20,8 triliun untuk pembangunan pelabuhan tanpa kajian kelayakan sehingga dananya menganggur 3 tahun dan negara harus membayar bunga hutang yang tidak produktif tersebut.
"Ini dampak kerugian ekonomi yang terang benderang terjadi saat ini. Tentu secara dalam jangka panjang akan semakin buruk," kata Nova.
Dampak sosial atas liberalisasi asing di Pelabuhan tidak kalah terpuruk.
Pekerja yang membangun produktivitas sehingga menjadikan pelabuhan petikemas Indonesia salah satu terbaik di Asia, malah di-PHK massal dan pola outsourcing yang melanggar aturan malah dipelihara.
"Asing leluasa melakukan pemberangusan "halus" (adu domba) dan kasar kepada pekerja yang mengkritik buruknya pengelolaan pelabuhan serta pemenuhan asas keadilan terhadap para pekerja," katanya.
Dengan substansi pengelolaan pelabuhan nasional secara konstitusi, kedaulatan dan potensi ekonomi nasional akan lebih baik di masa datang. Jangan sampai buruknya tata kelola pelabuhan dan perlakuan terhadap pekerja yang tidak berkeadilan diduplikasi ke dalam pengelolaan pelabuhan di Indonesia.
Secara proporsional, pekerja pelabuhan nasional adalah garda terdepan penjaga kedaulatan negara dan amanat konstitusi serta aturan.
"Kami ingin pemenuhan hak pekerja pelabuhan yang berkeadilan dan sesuai aturan Undang-Undang. Pelabuhan dilarang memelihara outsourcing yang melanggar aturan," tuturnya.
Mereka mendesak pemerintah melakukan reformasi total agar negara hadir penuh dalam pengelolaan pelabuhan nasional.
"Kami mengajak seluruh komponen bangsa, mari bersama selamatkan pelabuhan nasional. Untuk masa depan Indonesia yang lebih baik," kata Nova.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.