Kisah Pedih di Balik Lagu “Butet” Yang Bakal Bikin Kamu Baper
Musik daerah tampaknya memiliki daya tarik tersendiri. Bukan hanya bagi masyarakat Indonesia saja, namun juga bagi sebagian besar warga asing.
Editor: Content Writer
Musik daerah tampaknya memiliki daya tarik tersendiri. Bukan cuma bagi masyarakat Indonesia saja, namun juga bagi sebagian besar warga asing.
Contohnya saja musisi asal Austria, Herman Delago yang mengaku cinta banget dengan lagu-lagu daerah dari Tanah Batak.
Awalnya, Herman yang saat itu sedang berlibur ke Bali, tanpa sengaja mendengar alunan lagu Butet khas Batak.
Ia pun langsung terbang ke Sumatera Utara untuk mempelajari musik-musik Batak dari daerah asalnya. Bekerja sama dengan Vicky Sianipar, mereka akhirnya mengaransemen kembali lagu Butet dan menjadi populer.
“Butet” merupakan salah satu daerah yang masuk dalam kategori lagu perjuangan. Kalau kamu paham arti dan sejarah dibaliknya, kamu pasti terhanyut sampai meneteskan air mata.
Mengapa lagu perjuangan? Ternyata Butet menceritakan kisah rakyat Indonesia ketika memperebutkan kemerdekaan Sumatera Utara, khususnya residen Tapanuli dari tangan penjajah.
Kisah Tentang Anak Perempuan
Seperti diketahui, Butet adalah panggilan masyarakat suku Batak terhadap anak perempuannya.
Jika dilihat dari lirik, lagu ini berkisah tentang keluarga yang sedang berperang di Tanah Batak untuk melawan musuh. Beberapa sumber menceritakan, bahwa seorang istri sedang menunggu suami yang sedang berperang.
Bersama putrinya, ia bernyanyi sambil memberikan pesan agar si putri sabar menunggu ayahnya ketika mengalahkan Belanda.
Adapun yang menceritakan kisah lagu Butet adalah seorang ayah yang rindu kepada anak perempuannya. Meski rindu, sang ayah tak bisa bertemu karena harus melawan Belanda. Ia berharap agar putrinya tetap menunggu kabar atau surat darinya serta berjanji akan segera pulang jika ia berhasil di medan perang.
Walau sungguh melegenda, sampai sekarang tak ada yang tahu siapa pencipta lagu ini. Berdasarkan cerita warga Sitahuis, lagu Butet dinyanyikan oleh br. Tobing saat menidurkan putrinya.
Gua Perjuangan yang ada di tengah Hutan Naga Timbul itu menjadi saksi asal mula lagu Butet ini muncul. Saat Belanda melakukan agresi militer untuk merebut kemerdekaan Indonesia, masyarakat Sitahuis dan Naga Timbul pergi menyelamatkan diri ke gua tersembunyi tersebut.
Sementara sebagian kaum pria bertahan di Sitahuis untuk melawan Belanda, warga lain terus mencetak uang Orita (Oeang Repoeblik Tapanoeli) secara sembunyi-sembunyi untuk digunakan sebagai alat tukar yang sah.
Alat pencetak uang tersebut pun direbut oleh penjajah, karena pejuang Tapanuli tidak mengakui mata uang belanda.
Namun nahasnya, saat itu Sitahuis dikuasai penjajah dan dijadikan markas Belanda.
Tempat percetakan uang Orita kemudian dibakar oleh Belanda, namun mesin cetak Orita berhasil diselamatkan dan aktivitas pencetakan sempat berlanjut di tengah suasana yang tragis. Tapi sayangnya, saat ini keberadaan mesin cetak itu tak diketahui.