Fenomena Nikah Siri Online, Bagaimana Hukumnya?
Indonesia sudah memiliki undang-undang yang menyatakan kalau perkawinan harus dicatatkan, yang tertuang dalam UU no. 1 tahun 1974. Sayangnya masih ban
Editor: Content Writer
Indonesia sudah memiliki undang-undang yang menyatakan kalau perkawinan harus dicatatkan, yang tertuang dalam UU no. 1 tahun 1974. Sayangnya masih banyak perkawinan di masyarakat yang tidak dicatatkan di KUA.
Bahkan seorang warga Jatiasih, Bekasi, bernama Aris mendeklarasikan Partai Ponsel, yang salah satu programnya adalah penerbitan website/situs www.nikahsirri.com. Situs ini berisikan ajakan untuk melakukan perkawinan siri melalui media internet.
Setelah situs nikahsirrih.com dideklarasikan, situs tersebut menjadi trending topic di medsos, bahkan sampai di Google Trend, banyak masyara-kat yang mengakses informasi dan kemudian tertarik untuk memanfaatkan jasa situs tersebut.
Melihat hal ini, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan pun melakukan kajian tentang nikah siri berbasis online tersebut.
Kajian dilakukan untuk menjawab bagaimana profil pendiri situr, motif dibalik dibuatnya situr, adakah paham keagamaan tertentu yang melatar belakangi ajakan tersebut, bagaimana praktik nikah siri dilakukan, dan sejauh mana masyarakat merespon situs tersebut.
Pendekatan kualitatif pun dimanfaatkan dalam kajian ini dan menemukan beberapa hal.
Situs nikahsirri.com ini diprakasai oleh Aris Wahyudi, warga Jl. Manggis Perum Angkasa Puri Jatimekar, Jatiasih, Kota Bekasi. Aris merupakan lulusan University of Essex Inggris di bidang informasi dan teknologi.
Sebelumnya, Aris merupakan pegawai di Lembaga Penerbangan Antariksa Nasional (Lapan). Ia memiliki keahlian dalam IT dan pernah membuat situs “Nguberjek” (jasa transportasi online) dimana ia juga sekaligus menjadi CEO perusahaannya.
“Nguberjek” ini beroperasi di wilayah-wilayah yang belum terjamah situs ojek daring, seperti Karawang, Magelang, dan Bengkulu.
Aris juga pernah mengikuti Pilkada sebagai calon bupati di Banyumas tahun 2008 lalu, namun gagal.
Menurut Aris, pendirian situs tersebut memiliki tujuan untuk mengentaskan kemiskinan dan menghilangkan perzinahan. Aris berpendapat, dirinya bisa membantu mereka untuk nikah secara agama, sehingga tidak lagi berzina.
Namun demikian, nampaknya unsur bisnis (ekonomi) lebih menonjol dalam motif pembuatan situs tersebut.
Banyak keuntungan yang bisa didapat Aris dari situs yang dibuatnya. Untuk menjaring kliennya, Aris mematok minimal satu koin mahar dengan harga Rp100 ribu, situs tersebut menawarkan kepada klien baik pria maupun wanita yang ingin mencari pasangan dengan cara mudah dan penuh kepastian.
Dalam situs itu sudah ada 2.700 klien yang ber-gabung, serta ada 300 orang yang sudah menjadi mitra nikahsirri.com.
Menurut Moqsith Ghazali (Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail PBNU) dan Asrorun Niam Sholeh (Sek-retaris Komisi Fatwa MUI) menjelaskan kalau dalam konteks agama, situs nikahsirri.com merupakan pelanggaran hukum Islam.
Hal ini karena pernikahan itu tidak bisa dijadikan objek bisnis, namun dari beberapa pernyataan di media, banyak kalangan yang menganggap situs tersebut sudah menjadi sarana prostitusi terselubung yang mengatasnakaman agama.
Nikah siri online di atas juga terdapat unsur perdagangan manusia.
Dalam konteks hukum positif, hal itu juga merupakan pelanggaran terhadap hukum Negara yaitu UU No 1 tahun 1974 tentang Perkawinan, da-lam pasal 2 ayat (2) ditegas-kan “Tiap-tiap perkawinan dicatat menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku.”
Kewajiban pencatatan perkawinan, sebenarnya juga ditekankan oleh banyak ulama dan pakar hukum Islam. Hal ini didasari pertimbangan terdapat dlarar (kesukaran) jika perkawinan tidak dicatatkan karena status hukum pasangan tersebut lemah akibat tidak terdaftar dalam catatan resmi pemerintah.
Dibeberapa kasus maka perempuan menjadi pihak yang paling dirugikan, karena tuntutan dari pihak perempuan sebagai pelapor tidak dapat ditindak lanjuti oleh Negara.
Dari temuan-temuan ini, Puslitbang Bimas Agama dan Layanan Keagamaan juga memberikan beberapa rekomendasi, diantaranya agar pemerintah terus mensosialisasikan urgensi pencatatan perkawinan, khususnya ke kalangan generasi muda yang akan memasuki usia perkawinan.
Kementerian Komunikasi dan Informatika hendaknya terus memantau dan cepat memblokir situs-situs yang menawarkan pernikahan siri, karena situs seperti nikahsirri.com bisa muncul kembali.
Sementara itu, aparat kepolisian diharapkan dapat segera memproses hukum Aris sebagai pendiri situs tersebut, sehingga menjadi pembelajaran bagi masyarakat.
Kementerian Agama, ormas keagamaan, dan tokoh agama, serta pihak terakait lainnya perlu terus memberikan penjelasan ke masyarakat, tentang dampak negatif dari nikah sirri.
Mensosialisasikan dampak yang ditimbulkan yang bisa berimbas panjang bagi pasangan dan anak-anaknya kelak. Hal ini karena tidak adanya bukti otentik perkawinan dari pasangan suami istri dalam bentuk Buku Kutipan Akte Nikah (Buku Nikah) sebagai bukti perkawinan dan pencatatan yang sah oleh negara. (*)