Jadi Pengacara Jokowi-Ma'ruf, Yusril Dianggap Ingin Tenggelamkan PBB
Sontak penjelasan Yusril tersebut mendapat tepuk tangan dari peserta pertemuan yang dihadiri caleg se‑Jatim tersebut.
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Ketua Umum Partai Bulan Bintang ( PBB), Yusril Ihza Mahendra mengakui keputusannya menjadi pengacara Jokowi-KH Maruf Amin mendapat sorotan internal partai.
Yusril bahkan dituding ingin menenggelamkan partainya pada pemilu 2019 mendatang.
"Ada yang bilang, saya akan menenggelamkan partai. Lha mereka pikir PBB saat ini tidak tenggelam," kata Yusril ketika memberikan sambutan pada acara Konsolidasi Partai dan Pemantapan Caleg se‑Jatim, di Asrama Haji, Surabaya, Sabtu (24/11/2018).
Sontak penjelasan Yusril tersebut mendapat tepuk tangan dari peserta pertemuan yang dihadiri caleg se‑Jatim tersebut.
Yusril lantas meragukan eksistensi beberapa kader PBB yang menyebutnya ingin menenggelamkan partai tersebut.
"Apakah benar mereka yang bilang seperti itu kader PBB? Apakah mereka tidak merasa bahwa saat ini PBB sedang tenggelam dan terpuruk," kata Yusril.
Baca: Yusril Tantang Prabowo Berani Sumpah Poncong
Kemudian Yusril memberi penjelasan terkait keputusannya menjadi pengacara Joko Widodo‑KH Ma'ruf Amin di Pemilihan Presiden 2019.
Menurut Yusril, langkah yang ia ambil sebagai upaya penyelamatan partai. "Menghadapi Pemilu 2019, kita perlu cara yang tidak konvesional," kata Yusril.
Menurut Yusril, pihaknya menargetkan partainya dapat lolos ambang batas parlemen (4 persen) kursi DPR.
Menteri Kelautan dan Perikanan RI Susi Pudjiastuti menghadiri Kongres Nelayan di Puger, Jember, Jawa Timur, Sabtu (24/11/2018). (surya/sri wahyunik)
"Sebagai partai yang belum lolos ke parlemen dan harus menghadapi partai besar dan partai baru, PBB perlu cara yang tidak konvesional di Pemilu 2019," tegas Yusril.
Partai yang lahir pada 17 Juli 1998 tersebut telah melalui empat kali pemilu dan hanya dua kali lolos ke parlemen yaitu pada Pemilu 1999 dan 2004.
Sedang di Pemilu 2004, 2009, dan 2014, PBB gagal memenuhi ambang batas parlemen.
Menurut Yusril, kegagalan PBB di dua pemilu terakhir tersebut karena PBB kurang bersikap realitis. "Kita terlalu idealis. Cara‑cara lama yang kita pakai ternyata tak membuat kita lolos parlemen," kata Yusril.
Oleh karenanya, keputusannya untuk menjadi pengacara Jokowi dan KH Ma'ruf Amin juga tak lepas dari visi penyelamatan partai.
Hal tersebut merupakan sebuah langkah besar, mengingat pada pemilu 2014 silam PBB merupakan partai pendukung pasangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa.
"Kita sudah bolak‑balik ikut pemilu, namun selalu gagal. Kalau kita gagal terus, lantas apa tujuan berpartai kita ini? Oleh karena itu, kita perlu siasat dan strategi berbeda untuk membesarkan partai," katanya.
Meskipun demikian, langkahnya menjadi penasihat hukum pasangan Jokowi‑Ma'ruf Amin tak lantas PBB harus ikut mendukung pasangan capres-cawapres nomor urut 01 tersebut.
Menurutnya, hingga kini, partainya belum memutuskan arah dukungan.
"Dukungan di pilpres masih akan diputuskan pada rakornas 2019 mendatang. Kita perlu menyiapkan strategi maupun bekal sebelum akhirnya mendukung di pilpres," tegas Yusril.
Masuk eksekutif
Pada pemilu 1999, PBB sukses meraih sekitar dua juta suara (dua persen) dan 13 kursi DPR. Sedangkan di Pemilu 2004, suara PBB meningkat ke angka 2,9 juta (2,62 persen) dan 11 kursi DPR.
Yusril berharap kepada seluruh kader untuk bersinergi mampu meraup suara terbanyak. Kesuksesan di pemilu, menurutnya bukan hanya mengembalikan kejayaan PBB di parlemen.
Namun, juga kesuksesan PBB dengan menduduki jabatan eksekutif. "Partai bukan merupakan tujuan melainkan hanya sebagai alat untuk mewujudkan tujuan. Tujuan kita sangat jelas, yakni membela kepentingan rakyat," tegas Yusril.
Apabila PBB dapat meraih kursi di parlemen, akan sekaligus mengakhiri keterpurukan partai selama sepuluh tahun terakhir.
Bukan tidak mungkin, PBB mendapat kursi di jajaran eksekutif, di antaranya menteri.
"Kader PBB ada yang pernah menjadi menteri, jajaran di Mahkamah Agung, hingga duta besar. Mari kita ulangi kesuksesan tersebut," tegas mantan Menteri Hukum dan Perundang‑undangan Indonesia ini.
Sebaliknya, kesuksesan tersebut tak akan dapat diraih kalau PBB tak memiliki kursi di parlemen.
"Kalaupun mendukung saat pilpres, paling masuk kabinet hanya dua bulan. Setelah itu di-reshuffle," kata Yusril.