Ini 4 Fakta Sosok Habib Bahar yang Sebut Jokowi Banci
Habib Bahar dilaporkan oleh Ketua Umum Cyber Indonesia, Muannas Alaidid ke Polda Metro Jaya karena menyebut Jokowi banci di dalam ceramahnya
Editor: Sugiyarto
Terkait hal tersebut, organisasi sayap Islam PDIP, Pengurus Pusat Baitul Muslimin Indonesia (PP Bamusi) mengkritik pernyataan Habib Bahar tersebut.
Bamusi menyindir bahwa Habib Bahar kurang bacaan dan literatur, serta tuduhan yang dilontarkannya kepada PDIP tanpa tabayun tersebut telah menjadi fitnah dan merusak citra penceramah agama.
4. Dalam video ceramahnya yang beredar, Habib Bahar menyebut Jokowi Banci
Pada 28 November 2018, video ceramah Habib Bahar viral di media sosial.
Di tengah proses Pilpres 2019 yang panas, Habib Bahar berkata bahwa Presiden Joko Widodo ( Jokowi) selaku kader PDIP sebagai pengkhianat bangsa, negara, dan rakyat.
Ia juga menyebut Jokowi sebagai banci dalam video yang viral tersebut.
"Kalau ketemu Jokowi kamu buka celananya, jangan-jangan haid Jokowi itu, seperti banci," ucap Habib Bahar dalam video tersebut.
Habib Bahar dilaporkan ke kepolisian atas dugaan ujaran kebencian.
Habib Bahar juga mendapat kecaman dari anggota Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf yang sekaligus anggota Komisi II DPR RI Fraksi PPP, Achmad Baidowi, dan Kepala Staf Kepresidenan Indonesia, Moeldoko.
Sementara itu, Kuasa Hukum Capres Jokowi, Yusril Ihza Mahendra meminta kliennya untuk mengambil langkah persuasif dalam kasus Habib Bahar bin Smith.
Habib Bahar telah dipolisikan oleh sejumlah orang yang mengatasnamakan diri 'Jokowi Mania' ke Polda Metro Jaya, Rabu (28/11), terkait dugaan penghinaan terhadap simbol negara.
Yusril berpendapat, andai nanti pihak kepolisian menyatakan cukup bukti dan alasan hukum untuk meningkatkan kasus itu ke tingkat penyidikan, namun Jokowi diminta untuk menempuh langkah persuasif.
"Saya berpendapat, andaipun nanti polisi menyatakan cukup bukti dan alasan hukum untuk meningkatkan kasus itu ke tingkat penyidikan, namun langkah persuasif tetap harus ditempuh oleh Presiden," ujar Yusril saat dikonfirmasi Tribunnews, Jumat (30/11/2018).
Penegakan hukum pidana terhadap delik seperti itu, ucap Yusril, merupakan alternatif terakhir, setelah langkah persuasif tidak efektif dan pelaku terus menerus mengulangi perbuatannya.