Mahfud MD Menilai Masalah LGBT Sangat Sensitif
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menilai masalah Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) merupakan masalah yang sensitif.
Editor: Dewi Agustina
Laporan Koresponden Tribunnews.com, Richard Susilo dari Jepang
TRIBUNNEWS.COM, TOKYO - Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Mahfud MD menilai masalah Lesbian Gay Biseksual dan Transgender (LGBT) merupakan masalah yang sensitif.
"Memang ini masalah sensitif soal LGBT. Itu sebabnya UU mengenai itu belum bisa selesai diputuskan sejak 2016," demikian diungkapkan Mahfud MD menjawab pertanyaan salah satu peserta diskusi yang diselenggarakan Ajiken Jetro di Tokyo, Jumat (7/12/2018).
Menurut Mahfud, ada dua aliran di masyarakat yang mempengaruhi mengenai LGBT ini.
Pertama adalah aliran universalisme (U) dan satu lagi aliran partikularisme (P).
Aliran universalisme menurut Mahfud MD sesuai deklarasi hak asasi manusia (HAM) dari PBB di mana semua orang sama di mata Tuhan, jadi punya hak yang sama pula untuk segala sesuatunya.
Baca: Pelayan Kafe Tawarkan 15 Perempuan kepada Pelanggannya, Tarif Sekali Kencan Rp 3 Juta
Tetapi aliran partikularisme yang dipopulerkan antara lain oleh Jimmy Carter dan Willy Brant dikeluarkan di Kairo tahun 1998, juga mengenai HAM tetapi disesuaikan dengan budaya di negara masing-masing.
"Kalau di negara yang bersangkutan tidak boleh tidak sesuai budaya, ya tidak boleh karena mungkin melanggar adat timur negara tersebut," kata Mahfud.
Bahkan menurut Mahfud, sudah ada pengajar salah satu perguruan tinggi di Indonesia yang sudah berani mendeklarasikan diri sebagai Ketua Asosiasi Gay Indonesia.
Jika ada yang mempertimbangkan bertentangan dengan moral, atau bertentangan agama, menurut Mahfud wajar-wajar saja di alam demokrasi saat ini.
"Tapi saya yakin nantinya juga pasti akan diputuskan bersama sesuai dengan UUD kita Pasal 22 J(1) bahwa HAM boleh dihargai dengan UU sesuai pertimbangan moral dan agama," ungkapnya.
Dijelaskan Mahfud, di negara Pancasila dewasa ini wajar dan tiap orang sadar kalau ada perbedaan. Tapi pada akhirnya bersatu lagi semuanya membangun negara.
Baca: Putranya Tersandung Kasus Narkoba, Ketua DPRD Klungkung Berharap Tak Dikaitkan dengan Ranah Politik
"Lihat saja saat pemilu 2014 yang tegang antara Jokowi dan Prabowo, tetapi akhirnya setelah pemilu cair kembali saling peluk dan ada menteri dari kelompok yang tadinya menentang Jokowi saat pemilu tersebut. Inilah Pancasila kita yang sangat hebat dan juga diakui kalangan internasional seperti pemimpin Jerman dan Amerika Serikat," jelas Mahfud.
Dalam pemilu 2019 tahun depan diakui Mahfud jug akan muncul kembali ketegangan dua kubu.
"Semua wajar saja kalau dalam kampanye pemilu. Keduanya menampilkan isu Islam ke permukaan. Tapi marilah kita memilih pemimpin lebih kepada prestasi yang bersangkutan ketimbang isu Islam yang diangkat tersebut. Saya rasa orang Indonesia sudah pintar kok tak perlu saya beritahu harus pilih siapa. Masing-masing sudah tahu mesti pilih siapa,” ungkap Mahfud MD.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.