Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

PDIP Ingin Milenial Mengkritik Seperti Iwan Fals Muda

Hasto Kristiyanto mengingatkan anak muda untuk berpikir kritis seperti halnya musisi ternama tanah air, Iwan Fals.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Hasanudin Aco
zoom-in PDIP Ingin Milenial Mengkritik Seperti Iwan Fals Muda
Dennis Destryawan
PDIP menggelar diskusi panel bertema PDIP dan Magnet Politiknya, di Kantor DPP PDIP, Jakarta Pusat, Selasa (18/12/2018). 

TRIBUNNEWS.COM, BANTEN - Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto mengingatkan anak muda untuk berpikir kritis seperti halnya musisi ternama tanah air, Iwan Fals.

Disampaikan Hasto saat Safari Politik Kebangsaan Jilid IV dengan bertemu kalangan milenial di Roti Bakar 88, Tangerang, Banten, Jumat (21/12/2018) sore.

Ia mengatakan, pemuda tidak harus terlibat politik praktis.

"Politik praktis dalam pengertian, 'Aku partainya A, kamu partainya B', tidak boleh. Pemuda harus berpikir tentang masa depan, dia punya sense of direction, dia punya sense of discovery," ujar Hasto.

Pemikiran-pemikiran anak muda dirasa penting demi perkembangan zaman.

Hasto menilik dari sejarah pendiri bangsa, Soekarno. Pada usia 44 tahun, Soekarno telau menjadi presiden pertama Indonesia.

Baca: Gerindra: Anies Dukung Prabowo, PDI Perjuangan Panik

Melalui Undang-Undang Dasar 1945, Soekarno menyatakan kemerdekaan adalah hak segala bangsa.

Berita Rekomendasi

Lalu, pada tahun 1955 diadakan Konferensi Asia-Afrika, di mana seluruh bangsa-bangsa Asia-Afrika berkumpul dan mendeklarasikan Dasa Sila Bandung.

"Dari situlah kepeloporan kaum muda Indonesia di dalam membangun sebuah tata dunia yang baru, yang bebas dari kemiskinan dan ketidakadilan," ucap Hasto.

Jika 'berkaca' dari sejarah, menurut Hasto, tidak ada alasan kalangan anak muda Indonesia saling bermusuhan.

Ia pun berharap, pemilihan umum 2019 tidak menimbulkan perpecahan antar masyarakat.

"Pemilu ini kita laksanakan dengan penuh gembira. Pemilu ini juga sebagai sarana kritik, tapi kritiknya seperti lagu Iwan Fals," kata Hasto.

Hasto menuturkan, Pemilu bisa dijadikan sebagai sarana kritik. Namun, kritik yang menbangun dan berkebudayaan seperti halnya Iwan Fals melalui lagu Guru Oemar Bakrie.

"Tahun '82 sudah mendengar lagu yang namanya Oemar Bakrie, sehingga setelah saya lulus SMP, saya nyanyikan lagu Oemar Bakrie, dimarahin saya. Padahal itu sebuah kritik terhadap nasib guru," tutur Hasto.

"Lagu Bongkar itu tahun '89. Melaui jalan kebudayaan Iwan Fals memberikan kritik. Sehingga ada lagu Bento, Benteng Soeharto," sambungnya.

Membangun Indonesia, kata Hasto, tidak dapat dengan cara memecah-belah. Tapi, melalui gagasan positif, semisal melalui kebudayaan Indonesia.

"Karena cara berpikir positif, akan membuat kita berbicara hal yang positif, berbicara  positif menciptakan tindakan positif, tindakan positif menciptakan kebiasaan positif, kebiasaan positif menciptakan kultur yang positif," ucapnya. 

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas