Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Belajar Toleransi dan Bertenggang Rasa dari Kampung Sawah

Ada 2 gereja dan satu masjid, yakni Gereja Kristen Pasundan, Gereja Katolik Santo Servatius serta Masjid Al Jauhar Yasfi, berdiri berdampingan.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Choirul Arifin
zoom-in Belajar Toleransi dan Bertenggang Rasa dari Kampung Sawah
TRIBUNNEWS/ILHAM RIAN
Wakil Ketua Dewan Paroki Gereja Santo Servatius, Matheus Nalih Ungin 

Upaya dia berbuah baik, bisa menyadarkan pengembang perumahan. Matheus memang dikenal selalu menjaga ketat tradisi Kampung Sawah.

Dia akan langsung memperlihatkan sikap tak setuju bila mendapati ada orang-orang yang ingin membangun suasana lingkungan sendiri, memaksakan tradisi bawaannya ke Kampung Sawah.

“Kalau Anda tinggal di Kampung Sawah, minum air Kampung Sawah maka anda harus jadi orang Kampung Sawah,” ucap Matheus dengan lantang.

Matheus selalu sigap dalam hal memberi dukungan. Tanpa pandang latar belakang agama, siapapun yang kesulitan sebisa mungkin ia bantu.

Contoh bila ada tetangga yang meninggal, tanpa basa basi, ia berinisiatif mengirimkan tenda, kursi, dan mengabari tetangga lain untuk turut membantu.

Tali Persaudaraan

Sepengetahuannya, sejak awal Kampung Sawah ini terbentuk tak pernah ada perselisihan yang dilatarbelakangi oleh agama.

Berita Rekomendasi

Hal tersebut terjadi karena hubungan tali persaudaraan sedarah yang sangat kuat. Jika di antara umat beragama terjadi perseteruan, selalu redam karena mereka akhirnya sadar kalau memiliki hubungan darah.  

“Ikatan marga sampai sekarang masih menjadi suatu alat yang paling kuat untuk mempertahankan persaudaraan di Kampung Sawah,” tutur Matheus.

Pria berpeci hitam itu mencontohkan sikap fanatisme antara umat Kristen dan Katolik yang dulu sempat terjadi.

“Misal bila ada pernikahan antara umat Kristen dan Katolik, ini tidak akan selesai sampai ada yang mengalah, harus ada yang pindah agama salah satu,” kenang bapak berpeci hitam itu.

Bagusnya pikiran warga tercerahkan dari sikap fanatik itu. Matheus saat ini juga masih terus mengingatkan mereka di Kampung Sawah yang mualaf untuk tetap menggunakan marganya.

Sebab ikatan persaudaraan itu sangat kuat menurutnya. Ya, diakuinya, saat ini memang masih ada tradisi yang merugikan bagi ikatan marga di Kampung Sawah, yakni bila ada yang mualaf maka anak keturunannya tidak bisa menggunakan marga.

“Misal saya mualaf, dan saya punya anak, saya tidak bisa pakai Ungin, tapi bin Matheus, sehingga putus silsilah marganya, itu kerugiannya,” begitu katanya.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
×

Ads you may like.

© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas