KPK Geledah Kantor Satker Tanggap Darurat Kementerian PUPR dan PT Wijaya Kusuma Emindo
Enam mobil penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tampak terparkir di komplek Wisma Sanita, Bendungan Hilir, Jakarta Pusat, Senin (31/12/2018) .
Penulis: Gita Irawan
Editor: Adi Suhendi
"Anggiat menerima Rp 350 juta dan USD 5000 untuk pembangunan SPAM Lampung dan Rp 500 juta untuk pembangunan SPAM Umbulan 3, Pasuruan, Jawa Timur," jelas Saut.
Kemudian, Meina menerima Rp 1,42 miliar dan SSD 22.100 untuk pembangunan SPAM Katulampa.
Nazar menerima Rp 2,9 miliar untuk pengadaan pipa HDPE di Bekasi dan Donggala, Palu, Sulawesi Tengah.
"Terakhir Donny menerima Rp 170 juta untuk pembangunan SPAM Toba 1," ungkap Saut.
Saut menerangkan, lelang diatur sedemikian rupa untuk dimenangkan oleh PT WKE dan PT TSP yang dimiliki oleh orang yang sama. PT WKE diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di atas Rp 50 miliar, PT TSP diatur untuk mengerjakan proyek bernilai di bawah Rp 50 miliar.
Pada tahun anggaran 2017-2018 kedua perusahaan ini memenangkan 12 paket proyek dengan total nilai Rp 429 miliar. Proyek terbesar adalah Pembangunan SPAM Kota Bandar Lampung dengan nilai proyek Rp 210 miliar.
"PT WKE dan PT TSP diminta memberikan fee sebesar 10 persen dari nilai proyek. Fee tersebut kemudian dibagi 7 persen untuk Kepala Satuan Kerja, den 3 persen untuk Pejabat Pembuat Komitmen," ujar Saut.
"Praktiknya, dua perusahaan ini diminta memberikan sejumlah uang pada proses lelang, sisanya saat pencairan dana dan penyelesaian proyek," imbuhnya.
Sebagai pihak yang diduga pemberi, Budi, Lily, Irene, dan Yuliana disangkakan melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau Pasal 5 ayat (1) huruf b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Sebagai pihak yang diduga penerima, Anggiat, Meina, Nazar, dan Donny disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 64 ayat (1) KUHP.