Kasus Meikarta: KPK Temukan Dugaan Pembiayaan Pelesir Anggota DPRD Bekasi ke Luar Negeri
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta baru terkait kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan fakta baru terkait kasus suap pengurusan perizinan proyek pembangunan Meikarta di Kabupaten Bekasi.
"KPK mendapatkan informasi adanya dugaan pembiayaan wisata ke luar negeri untuk sejumlah anggota DPRD Bekasi dan keluarga," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (8/1/2019).
Namun, ia tidak menjelaskan lebih jauh terkait besaran jumlah serta sumber dana.
Selain itu, KPK pada hari ini juga memeriksa seorang anggota DPRD Bekasi bernama Taih Minarno. Diketahui, Taih juga menjabat sebagai Ketua Pansus Rencana Detil Tata Ruang (RDTR) Bekasi.
Baca: Dipanggil KPK, Gamawan Fauzi Diperiksa Sebagai Saksi Kasus Proyek IPDN
"Kami dalami bagaimana proses pembahasan RDTR tersebut, siapa yang berkepentingan untuk mengubah tata ruang dan juga dugaan aliran dana pada sejumlah anggota DPRD Bekasi," tutur Febri.
KPK, ungkap Febri, menduga ada keterkaitan pembiayaan pelesir beberapa anggota DPRD Bekasi dengan kepentingan membahas revisi aturan tata ruang.
"Kami terus dalami keterkaitan antara pembiayaan beberapa anggota DPRD Bekasi dan keluarga untuk liburan ke luar negeri dengan kepentingan membahas revisi aturan tata ruang di Kabupaten Bekasi," terangnya.
Selama proses pemeriksaan sebelumnya, KPK juga telah menerima pengembalian uang dari beberapa anggota DPRD Bekasi tersebut.
Sejauh ini, KPK menerima pengembalian uang berjumlah sekira Rp100 juta. Febri mengingatkan, sikap kooperatif saksi jauh lebih baik bagi proses hukum.
"Karena itu, para saksi semestinya bicara terus terang saja dan jika pernah menerima sesuatu baik uang atau fasilitas agar segera mengembalikan pada KPK," tegasnya.
KPK telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus itu, yakni Direktur Operasional Lippo Group Billy Sindoro (BS), konsultan Lippo Group masing-masing Taryudi (T) dan Fitra Djaja Purnama (FDP), pegawai Lippo Group Henry Jasmen (HJ), Kepala Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Jamaludin (J), dan Kepala Dinas Pemadam Kebakaran Pemkab Bekasi Sahat MBJ Nahor (SMN).
Selanjutnya, Kepala Dinas Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Kabupaten Bekasi Dewi Tisnawati (DT), Bupati Bekasi nonaktif Neneng Hassanah Yasin (NHY), dan Kepala Bidang Tata Ruang Dinas PUPR Kabupaten Bekasi Neneng Rahmi (NR).
Bupati Neneng dan kawan-kawan diduga menerima hadiah atau janji Rp13 miliar terkait proyek tersebut. Diduga, realiasasi pemberian sampai saat ini adalah sekira Rp7 miliar melalui beberapa Kepala Dinas.
Keterkaitan sejumlah dinas lantaran proyek tersebut cukup kompleks, yakni memiliki rencana membangun apartemen, pusat perbelanjaan, rumah sakit, hingga tempat pendidikan. Sehingga dibutuhkan banyak perizinan.
Terdapat empat orang yang saat ini menjadi terdakwa dan dalam proses persidangan di Pengadilan Tipikor Bandung, yakni Billy Sindoro, Taryudi, Fitradjaja Purnama, dan Henry Jasmen Sitohang.