Bawaslu Putuskan KPU Wajib Memasukkan Kembali Nama OSO Dalam Daftar Calon Tetap Anggota DPD RI
Bawaslu RI memutuskan KPU RI telah melanggar proses administrasi pencalonan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang atau OSO.
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) RI memutuskan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI telah melanggar proses administrasi pencalonan Ketua Umum Partai Hanura Oesman Sapta Odang atau OSO.
Bawaslu memerintahkan KPU untuk memasukan kembali nama OSO dalam daftar calon tetap anggota DPD dalam Pemilu 2019.
Hal itu disampaikan Ketua Bawaslu RI Abhan dalam agenda pembacaan putusan sidang gugatan OSO dengan terlapor KPU RI.
Baca: Prabowo Subianto Jenguk Ustaz Arifin Ilham
Namun, OSO harus mengundurkan diri dari kepengurusan partai politik bila terpilih sebagai anggota DPD RI 2019.
Jika tidak, maka KPU RI punya hak penuh membatalkan kemenangannya.
Pengunduran diri OSO dari kepengurusan partai paling lambat terhitung 1 hari sebelum yang bersangkutan ditetapkan sebagai calon terpilih anggota DPD RI tahun 2019.
"Memerintahkan kepada terlapor untuk tidak menetapkan keberhasilan Sapta sebagai calon terpilih pada Pemilihan Umum tahun 2019 apabila tidak mengundurkan diri sebagai pengurus Partai politik yang lambat 1 hari sebelum penetapan calon terpilih anggota Dewan Perwakilan Daerah," kata Abhan di ruang sidang Bawaslu RI, Jakarta Pusat, Rabu (9/1/2019).
Baca: Gempa Hari Ini - BMKG Catat Gempa M 5,1 Guncang Aceh Barat, Tidak Berpotensi Tsunami
Sebelumnya, KPU RI merujuk pada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 30/PUU-XVI/2018.
Putusan tersebut menegaskan mengenai larangan pengurus partai politik mendaftarkan diri sebagai calon anggota DPD RI.
Bila OSO bersikukuh ingin mendaftarkan diri, maka yang bersangkutan harus mundur terlebih dahulu dari kepengurusan parpol.
KPU RI menyebut MK adalah lembaga tinggi negara yang memutuskan soal syarat pencalonan anggota DPD RI. Putusan MK dinilai konstitusional, sehingga KPU RI memutuskan mengakomodir putusan MK tersebut.
Selain itu, KPU RI juga mengakomodir putusan PTUN, dengan cara memberikan kesempatan kepada OSO mendaftar kembali atau kemudian mengundurkan diri dari kepengurusan parpol agar dapat dimasukkan dalam DCT DPD.
Sebelumnya, Ketua Umum Partai Hanura, Oesman Sapta Odang menempuh jalur hukum melalui membuat laporan ke Bareskrim Polri dan Bawaslu RI atas keputusan KPU RI tidak menyertakan namanya di DCT calon anggota DPD RI dari daerah pemilihan Kalimantan Barat untuk periode Pemilu 2019.
Baca: Diramal Bakal Nakal Setelah Jadi Janda, Gisel Beri Jaminan Tak Akan ke Tempat Hiburan Malam
Sebanyak 34 anggota Dewan Pimpinan Daerah DKI Jakarta Partai Hanura yang diwakili Ketuanya, Muhammad Sangaji melaporkan Ketua KPU RI, Arief Budiman dan Komisioner KPU RI, Hasyim Asyari ke Bareskrim Polri dengan nomor LP/B/1649/XII/2018/BARESKRIM.
Arief dan Hasyim dilaporkan ke Bareskrim atas tudingan tidak mau menjalankan putusan pengadilan. Keduanya juga dituduh melakukan tindakan makar. Hal ini, karena mereka tidak menjakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) mengenai pencalonan OSO, sebagai anggota DPD.
Putusan itu memerintahkan KPU mencabut DCT anggota DPD yang tidak memuat nama OSO. Majelis Hakim juga meminta KPU menerbitkan DCT baru dengan mencantumkan nama OSO di dalamnya.
Selain dilaporkan ke Bareskrim Polri, pihak OSO juga mengajukan dua laporan kepada Bawaslu RI. Laporan pertama dari Dodi S. Abdul Kadir, penasihat hukum OSO melaporkan komisioner KPU RI pada 18 Desember 2018.
Pokok laporan terkait KPU RI menerbitkan surat Nomor 1492/PL.01.4-SD/03/KPU/XII/ 2018 tanggal 08 Desember 2018, perihal pengunduran diri sebagai pengurus Partai Politik bagi calon anggota DPD RI Pemilu tahun 2019.
Dalam laporan pertama, penerbitan surat KPU itu oleh pelapor diduga sebagai pelanggaran hak administratif Pemilu.
Sedangkan, laporan kedua dari Firman Kadir penasihat hukum OSO melaporkan komisioner KPU RI pada 18 Desember 2018.
Untuk laporan kedua, komisioner KPU RI dinilai tidak mau melaksanakan terkait putusan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) dan Mahkamah Agung (MA) yang mengabulkan gugatan permohonan OSO.