Saran Mahfuz kepada Elit PKS: Baik-baik sama Fahri Hamzah dan Moratorium Pemecatan
Mantan Wakil Sekjen DPP PKS Mahfuz Sidik mengungkap, PKS masih mengulur waktu dalam melaksanakan amar putusan kasasi MA.
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM,JAKARTA-Proses hukum antara Fahri Hamzah dengan sejumlah pimpinan pusat PKS belum tuntas. Mantan Wakil Sekjen DPP PKS Mahfuz Sidik menduga, PKS mengulur waktu dalam melaksanakan amar putusan kasasi MA.
Sementara hak Fahri mendesak agar lima orang tergugat segera melaksanakan amar putusan tersebut. Sebelumnya, pengamat politik Adi Prayitno dari UIN Jakarta mensinyalir konflik dan proses hukum berlarut akan mengganggu kinerja PKS di pemilu 2019. Apalagi berdasarkan survei LSI terbaru, PKS terancam tidak lolos electoral treshold 4%.
Sinyalemen Adi Prayitno diamini oleh Mahfuz Sidik, mantan wasekjen era presiden Anis Matta. "Persoalan konflik yang diciptakan sendiri oleh pimpinan PKS jaman now, telah melumpuhkan energi organisasi untuk pemenangan pemilu 2019," sindir Mahfuz, Sabtu (12/1/2019).
"Aroma kelesuan sudah menyengat dan menyebar luas. Syahwat pimpinan PKS untuk memperluas dan memperdalam konflik nyaris tak ada ujungnya. Akibatnya banyak kader di bawah jadi lemah semangat,” ujar Mahfuz.
Mahfuz kemudian menyebut contoh kasus hukum sejumlah pimpinan PKS dengan Fahri Hamzah yang tidak segera diselesaikan tuntas. “Beberapa waktu lalu, saat dibacakan putusan kasasi MA, ada mobilisasi kader untuk mengumpulkan koin denda untuk FH. Seolah keterlibatan pihak yang berkonflik mau diperluas," ungkap dia.
"Tapi toh gak ada lagi kabar tentang koin yang sudah dikumpulkan. Kader di bawah dibikin capek sendiri," lanjutnya.
Baca: Ditanya soal Ganti Rugi Rp 30 M kepada Fahri Hamzah, PKS Serahkan ke Tim Hukum
Mahfuz tidak melihat kasus hukum Fahri dengan PKS sebagai faktor utama melemahnya kinerja PKS di pemilu. Dia menyebut kasus-kasus pemecatan dan pemberhentian sejumlah pengurus tingkat wilayah dan daerah sebagai penyebab utama.
“Saya heran, kok ya sudah di ujung waktu pemilu, pemecatan pengurus tingkat provinsi dan kabupaten/kota masih saja dilakukan. Terakhir misalnya pemecatan pengurus DPW Kalimantan Timur. Sebelumnya juga terjadi di Kalsel dan Kalteng," bebernya.
"Malah di Kalsel muncul perlawanan hukum dari sejumlah pengurus DPD Kabupaten yang menolak pemecatan oleh pengurus DPW yang baru,"ungkap Mahfuz.
Mahfuz kemudian menyarankan, semua elemen di PKS fokus saja kepada agenda pemenangan pemilu 2019. Untuk urusan denda 30 Miliar yang harus dibayar 5 pimpinan PKS sebagai pihak tergugat, Mahfuz menyarankan agar bisa dimusyawarahkan baik-baik dengan Fahri.
“Misalnya buat kesepakatan seolah-olah mereka membayar denda 30 Miliar lalu Fahri menginfakkan kembali dana itu kepada PKS. Istilahnya keluar kantong kiri - masuk kantong kanan. Saya yakin Fahri bersedia lakukan itu,” usul mantan ketua komisi 1 DPR ini.
“Saya paham bahwa PKS sedang butuh dana besar untuk pemenangan pemilu legislatif. Bahkan untuk pilpres PKS kan juga diminta bantu pendanaan. Tidak mudah PKS talangi denda 30 Miliar ke Fahri.” Mahfuz menambahkan.
Saran berikutnya, Mahfuz berharap agar sampai pemilu selesai PKS lakukan moratorium pemecatan pengurus tingkat wilayah dan daerah, agar mesin organisasi tidak mati si tengah jalan.
Baca: Kasus Perseteruan Fahri Hamzah Vs PKS
“Nanti seusai pemilu, kalau mau lanjutkan pemecatan massal bolehlah dilakukan lagi,"Mahfuz menegaskan kembali .