Tim Pencarian CVR Lion Air: Kami Berdoa, Kami Ingin Total dan Alhamdulillah
Alasan lain, Hengky menuturkan, begitu sulitnya kondisi yang ditemui selama perjalanan enam hari. Cuaca yang tidak bersahabat,
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA‑Dua malam sebelum penemuan Cockpit Voice Recorder (CVR) Lion Air JT 610 di perairan Karawang, seluruh awak yang berada di KRI SPICA melangsungkan pengajian. Pengajian, menurut Komandan KRI SPICA Letkol Laut Hengky Iriawan untuk meminta petunjuk dan kesabaran bagi seluruh tim yang berada di atas kapal.
Baca: 2 Malam Sebelum Penemuan CVR Lion Air di Perairan Karawang, Awak KRI Spica Gelar Pengajian
"Iya kami menggelar pengajian di kapal. Kami meminta petunjuk dan kesabaran dari Yang Maha Kuasa," jelasnya kepada Tribun di atas kapal KRI Spica, Senin (14/1/2019) kemarin.
Alasan lain, Hengky menuturkan, begitu sulitnya kondisi yang ditemui selama perjalanan enam hari. Cuaca yang tidak bersahabat, jarak pandang bawah air yang terbatas, serta suara "Ping" yang beberapa kali ada dan hilang.
"Ya kesulitannya cukup banyak. Tapi, kami tidak menyerah. Kami ingin maksimal di hari terakhir. Usaha dan berdoa," katanya.
Tim gabungan dari unsur Dislambair Koarmada I, Kopaska dan KNKT harus menetapkan as roda pesawat Lion Air JT 610 sebagai titik koordinat. Pasalnya, seluruh tiang tanda yang ditancapkan di dalam air hilang karena arus air di bawah laut, cukup kencang.
Dari situ, tim penyelam sebanyak 25 anggota menarik tali sepanjang 10 meter dan melakukan metode circle. "Itu satu di antara kesulitan juga. Kami tancapkan beberapa tanda, tapi hilang semua. Jadi, ada As Roda sebagai patokan lalu kami pakai metode circle, atau memutari patokan dan mencari secara manual," urainya.
Pencarian manual yang dimaksud adalah mencari CVR menggunakan rabaan tangan penyelam. Seluruh benda yang terpegang dimasukkan ke dalam satu buah karung yang dibawa oleh tim. "Iya, penyelam meraba pakai tangan. Alhamdulillah, terlihat ujungnya tempat CVR itu, kemudian diangkat dan benar benda yang kami cari," ucapnya.
Komandan Tim Penyelam, Kapten Iwan Kurniawan menguraikan selama berada di dalam laut, satu tim yang beranggotakan empat orang, tetap menyisir beriringan dengan mengikat satu tali di masing‑masing penyelam. Keempatnya, meraba bagian dasar laut dan berharap hal terbaik.
"Kami diikat pakai tali di bawah untuk menyisir bagian dekat titik koordinat. Tidak ada lagi alat lain. Soalnya, sudah tidak ada bunyi ping," jelasnya.
Berikut wawancara Tribun Network dengan empat penyelam penemu CVR, yakni Kapten Iwan Kurniawan, Serda Satria Margono, Klasi Kepala Tri Agus dan Klasi Kepala Debi Susanto, serta Komandan KRI Spica Letkol Laut Hengky Iriawan.
Pencarian seperti apa?
Satria Margono: Kami cuma sisir saja. Kemarin‑kemarin ada suara ping. Tadi pagi, tidak ada. Nah, kami cari di lokasi titik terakhir itu saja. Lalu, kami mulai mencari dengan metode circle itu.
Tri Agus: Ping yang bunyi itu dari baterai. Nah, ini baterainya lepas, tidak tahu kemana. Makanya, kami turun langsung nasib‑nasiban saja. Alhamdulillahnya tadi pagi ketemu. Kami bikin tali, dari as roda itu jarak pencarian 10 meter melingkar. Modalnya itu saja.
Manual pakai tangan? Jarak pandangnya di bawah bagaimana?
Tri Agus: Iya, merogoh. Semua yang ketemu di tangan kami bawa masukkan ke karung yang kami bawa.
Satria Margono: Lumpurnya itu naik. Jadi jarak pandang itu hanya satu meter saja. Masih banyak juga bongkahan kapal di dalam air. Kami tadi tim pertama turun pukul 08.25 WIB. Pukul 08.48 WIB itu ketemu.
Selama pencarian per hari, berapa kali menyelam?
Satria Margono: Enam hari sejak kami turun, setiap hari itu ada tujuh kali. Sebanyak 25 orang satu tim dari Dislambair.
Tri Agus: Ini sebenarnya hari terakhir. Kami sudah cukup bingung sejujurnya. Tapi, kami ingin maksimal hari ini. Semalam juga kami juga sudah berdoa di kapal ada pengajian. Jadi kami ingin total. Semuanya yang ada di tangan, angkut saja semuanya. Mau besi, mau bongkahan, apa saja masuk.
Kendala proses pencarian seperti apa?
Iwan Kurniawan: Cuaca yang tidak menentu. Hari pertama cukup baik. Hari kedua, hari ketiga cuaca kembali buruk. Semua rambu yang kami pasang di bawah juga hilang. Jarak pandang juga begitu. Hari pertama itu visibilitas bagus. Kedua, sudah tidak terlihat apa‑apa. Tapi, Alhamdulillah hari ini sudah baik lagi satu sampai dua meter. Suara Ping juga begitu. Hari pertama ada. Kami turun, tahu‑tahu hilang. Hari kedua, hilang sama sekali. Ketiga, ada beberapa kali, kemudian hilang lagi.
Hengky Iriawan: Kami menggelar pengajian di kapal. Kami meminta petunjuk dan kesabaran dari Yang Maha Kuasa. Intinya, kami memohon kepada Allah SWT, semoga dibukakan jalan yang lebar, sabar untuk penyelam dan awak KRI.
Mengapa dari dua orang satu tim, kemudian menjadi empat orang hari ini?
Hengky Iriawan: Kalau dibilang putus asa, tidak. Kami ingin memaksimalkan saja, karena kami pakai metode circle itu dan turun langsung empat orang.
Ada yang ingin disampaikan untuk keluarga korban?
Satria Margono: Pada intinya, tabah dan sabar kepada keluarga yang ditinggalkan.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.