Hanya Dua Kali Pertemuan dengan Yusril Ihza, Jokowi pun Setuju Pembebasan Baasyir
Tidak butuh waktu banyak untuk meyakini Presiden Joko Widodo menggunakan kebijakannya untuk membebaskan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir.
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Dewi Agustina
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Tidak butuh waktu banyak untuk meyakini Presiden Joko Widodo menggunakan kebijakannya untuk membebaskan terpidana kasus terorisme, Abu Bakar Ba'asyir dari Lapas Gunung Sindur Bogor.
Penasihat hukum pasangan calon nomor urut 01, Yusril Ihza Mahendra mengatakan hanya bertemu Jokowi sebanyak dua kali untuk meyakini bahwa pembebasan Ba'asyir perlu dilakukan dengan alasan kemanusiaan.
"Tidak banyak. Saya hanya bertemu dengan Pak Jokowi dua kali saja untuk pembebasan ini," kata Yusril di Kantor Pengacara Mahendradatta, Jakarta, Sabtu (19/1/2019).
Pertemuan terakhir, kata Yusril, sehari sebelum gelaran debat pilpres dimulai di Djakarta Theater dan menjelaskan seluruh ketentuan hukum yang harus dilakukan untuk pembebasan.
Kepada Jokowi, Yusril mengatakan ada dua syarat yang tidak mau ditandatangani oleh Ba'asyir.
Ia enggan menandatangani, keterangan setia kepada Pancasila dan tidak akan mengulangi pidananya.
Alasannya, Ba'asyir mengatakan hanya setia kepada Islam dan merasa tidak pernah melakukan tindak pidana terorisme.
"Saya paham pikiran beliau, nilai Islam juga tertuang di Pancasila. Saya tidak mau berdebat dengan beliau. Saya bilang ini juga ke Pak Jokowi," jelasnya.
Baca: Pengacara Sebut Abu Bakar Baasyir Masih Bereskan Buku-bukunya, Senin Lusa Diharapkan Keluar Lapas
Malam saat debat berlangsung, kabar Yusril akan bertemu dengan Ba'asyir sudah sampai ke telinga Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Laoly dan mengizinkan agar cepat melakukan pertemuan tersebut.
Keesokannya, ia bertemu dengan mantan pimpinan Majelis Mujahidin Indonesia tersebut dan menyampaikan rencana pembebasan.
Awalnya, Ba'asyir tidak percaya akan dibebaskan tanpa syarat, sesuai dengan pernyataan Yusril.
Pria berusia 81 tahun itu balik bertanya "Apakah hanya diganti status menjadi tahanan rumah?"
Namun, dijawab oleh ketua umum Partai Bulan Bintang tersebut, tidak.
"Saya bilang tidak. Ustaz Abu akan bebas tidak lagi menyandang status terpidana," katanya.
Pada pertemuan itu, Yusril mengatakan sama sekali tidak membahas politik maupun pilpres. Semua pembicaraan hanya seputar pembebasan.
Berikut petikan wawancara dengan Yusril Ihza Mahendra (YIM):
Wartawan : Sulitkah berbicara dengan Jokowi soal hal ini?
YIM : Tidak. Tidak sama sekali. Semua berjalan lancar.
Wartawan : Berapa kali bertemu dengan Jokowi untuk membicarakan ini?
YIM : Tidak banyak kok. Dua kali saja saya bertemu dengan Pak Jokowi soal pembebasan Ustaz Abu ini.
Wartawan : Sebenarnya inisiatif siapa?
YIM : Saya dengan tim pengacara. Saya sudah jelaskan tadi, saya dan pengacara banyak berbincang untuk pembebasan ustaz Abu. Lalu, saya bicarakan ini ke Pak Jokowi.
Wartawan : Alasan utamanya?
YIM : Alasannya ya kemanusiaan. Bagaimanapun, beliau ini kan sudah sepuh dan penyakit yang beliau derita ini. Beliau juga sudah menjalani dua per tiga masa hukuman. Beliau memiliki hak untuk bebas.
Wartawan : Saat konferensi pers, anda menyebut kemungkinan tekanan asing. Apakah benar ada?
YIM : Informasi yang saya dapat, akan ada seperti itu. Tapi, yakin pemerintah tidak akan takut dengan tekanan dari pihak asing.
Wartawan : Bagaimana cara meyakini Jokowi?
YIM : Saya bilang ke Pak Jokowi soal pembebasan ini. Pak Jokowi bilang memang sudah dibahas di pemerintahan, tapi mundur maju terus. Saya diminta carikan jalan keluar.
Nah, saya bilang, ini kan ada pembebasan bersyarat. Bagaimana kalau syarat ini kita sampingkan saja? Soalnya, Pak Ustaz tidak mau tanda tangan soal Pancasila ini.
Dia maunya patuh dan taat sama Islam. Saya bilang, nilai Islam itu sudah tertuang di Pancasila, jadi sudah tidak masalah.
Pak Jokowi bilang, "Ya sudah, tolong koordinasikan dengan yang lain,". Terus, saya lapor ke kapolri dan menkumham.
Wartawan : Harus presiden turun tangan?
YIM : Ini bukan soal Pak Jokowi. Ini suatu prosedur yang normal dari hukum tata negara dan administrasi. Tidak bisa stempel setara Dirjen.
Syarat untuk pembebasan bersyarat itu diatur dalam peraturan menteri. Nah, kalau tidak diteken, tidak bisa keluar.
Sekarang, presiden ambil alih dan beliau punya kebijakan. Kebijakan saya adalah ini dibebaskan. Artinya, ini mengenyampingkan peraturan menteri.
Peraturan menteri itu dari segi hukum, aturan kebijakan. Karena di aturan kebijakan, yang tertinggi pengambil kebijakan adalah presiden.
Kalau presiden sudah ambil kebijakan, ya sudah selesai. Maka, perlu keterlibatan presiden.
Wartawan : Tidak bicara politik dengan Ustaz Abu?
YIM : Tidak. Tidak ada. Hanya soal hukum saja. Ada memang yang celetuk soal politik saat pertemuan. Ustaz Abu bilang tidak mau ikutan masalah politik. Saya bilang setuju.
Ustaz tidak perlu bicara soal politik. Jalankan apa yang diyakini ustaz saja. Tidak perlu membicarakan soal politik. (amriyono)