Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Koalisi Masyarakat Sipil Nyatakan Golput dan Kampanye Golput Bukan Pidana

Mereka juga memilih terbatasnya pilihan calon-calon pemimpin bukanlah terjadi secara alamiah melainkan didesain dan dibentuk sedemikian rupa.

Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Koalisi Masyarakat Sipil Nyatakan Golput dan Kampanye Golput Bukan Pidana
Gita Irawan/Tribunnews.com
Koalisi Masyarakat Sipil 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sekelompok lembaga dan lembaga swadaya masyarakat yang mengatasnamakan dirinya Koalisi Masyarakat Sipil menyatakan bahwa tidak memberikan hak politik dan mengampanyekan kepada masyarakat untuk tidak memberikan hak politiknya bukan merupakan tindak pidana.

Mereka merespon kemunculan kelompok yang tidak mendukung salah satu pasangan calon presiden dalam Pilpres 2019 dianggap sebagai sesuatu yang buruk atau tidak patut.

Padahal menurur Koalisi Masyarakat Sipil tidak memilih adalah juga hak, seperti halnya memilih dan setiap orang memiliki kebebasan dalam menjalankan hak pilihnya tersebut.

Koalisi Masyarakat Sipil menilai kehadiran kelompok yang tak memihak kedua pasangan politisi itu seharusnya dibaca sebagai ekspresi protes atau penghukuman terhadap mekanisme penentuan capres-cawapres oleh partai politik yang masih didominasi pertimbangan politik praktis dan mengesampingkan nilai-nilai seperti integritas individu, ataupun rekam jejak yang bersih, anti-korupsi, dan berpihak pada hak asasi manusia

Mereka juga memilih terbatasnya pilihan calon-calon pemimpin bukanlah terjadi secara alamiah melainkan didesain dan dibentuk sedemikian rupa.

Menurut mereka hal tersebut dapat dilihat dari kondisi-kondisi antara lain syarat terbentuknya partai yang dipaksakan nasional, sehingga hanya partai-partai modal besar yang dapat ikut pemilu dan sistem politk menutup adanya partai lokal, kecuali di Aceh yang memiliki Otonomi Khusus.

Mereka juga menilai dalam sistem partai modal besar itu, masih ada sistem presidential threshold, di mana seseorang hanya bisa dicalonkan sebagai presiden jika didukung 20 persen dari jumlah kursi di DPR atau 25 persen suara nasional.

Berita Rekomendasi

Jadi meski sebuah partai politik telah lolos verifikasi nasional dengan syarat yang berat dan berbiaya mahal, telah punya kursi di DPR, tapi tidak dapat serta merta mencalonkan siapapun sebagai Presiden Republik Indonesia.

Syarat yang berat untuk mengajukan calon presiden ini, memaksa sesama partai modal besar, bergabung menjadi kekuatan modal yang lebih besar agar dapat mencalonkan seseorang sebagai presiden.

Padahal, pengalaman memiliki presiden secara langsung selama tiga kali sejak 2004, menunjukkan bahwa calon yang diinginkan masyarakat umum bisa berbeda dengan calon-calonyang dikehendaki kumpulan partai modal besar ini

Selain itu, Koalisi Masyarakat Sipil juga menilai para oligarki para elit ini semakin dikunci dengan tidak ada peluang mengajukan calon presiden independen meski gubernur, bupati, atau walikota dapat dicalonkan dari jalur independen.

Mereka juga menilai sistem rekrutmen pejabat publik lewat mesin-mesin partai modal besar bersama para sponsornya ini (oligarki) tidak selalu menjamin hasil yang baik.


Mereka mencatat, dalam 13 tahun terakhir, terdapat 392 kepala daerah yang tersangkut kasus korupsi dan sebagian besar dari mereka dipastikan adalah pejabat yang disorongkan dan didukung lewat jalur partai-partai politik.

Dengan sistem politik yang oligarkis dan tertutup seperti ini pun, kedua capres dan cawapres saat ini sama-sama terjebak dalam politik identitas yang menggunakan simbo-simbol agama tertentu semata-mata untuk meraih dukungan.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas