Komisi II DPR RI akan Panggil KPU Soal Polemik Daftar Calon Tetap Anggota DPD
Komisi II DPR RI akan memanggil Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait polemik dengan Oesman Sapta Odang.
Penulis: Taufik Ismail
Editor: Adi Suhendi
Laporan Wartawan Tribunnews, Taufik Ismail
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi II DPR RI akan memanggil Komisi Pemilihan Umum (KPU) terkait polemik dengan Oesman Sapta Odang.
Wakil Ketua Komisi II, Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa pemanggilan tersebut untuk mengetahui duduk permasalah yang terjadi, sehingga tidak menimbulkan kegaduhan publik.
Untuk diketahui KPU tidak memasukan Oesman Sapta Odang dalam Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPD Pemilu 2019.
Baca: Ganjar Pranowo Berharap Ahok Bergabung Dukung Jokowi-Maruf
Alasannya, Oesman Sapta Odang tidak melampirkan surat pengunduran diri sebagai pengurus Parpol.
"Nanti kami akan carikan formula penyelesaiannya. Kenapa KPU bersikeras. Nanti pada waktunya akan kami panggil," kata Riza, di Jakarta, Rabu, (23/1/2019).
Riza menyesalkan sikap Komisi Pemilihan Umum (KPU) yang mengabaikan putusan Mahkamah Agung dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Putusan tersebut menurut Riza sudah jelas bunyinya.
Baca: Abu Bakar Baasyir Disebut Sempat Usulkan Remisi Daripada Bebas Tanpa Syarat
Untuk diketahui dalam putusannya, PTUN menyatakan keputusan KPU tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Peserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019 tertanggal 20 Sepetember 2018, batal.
Putusan itu juga memerintahkan KPU untuk mencabut Keputusannya itu.
Kemudian, memerintahkan KPU menerbitkan keputusan tentang Penetapan Daftar Calon Tetap Perseorangan Perserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019 yang mencantumkan nama Oesman Sapta Odang sebagai Calon Tetap Perseorangan Perserta Pemilu Anggota Dewan Perwakilan Daerah Tahun 2019.
Baca: KPU Persilakan Cawapres Hadir Debat Kedua Lewat Undangan Timses
Ketua DPP Gerindra itu mengatakan bahwa putusan MK mengenai calon anggota DPD tidak boleh menjadi pengurus Parpol tidak berlaku surut artinya baru berlaku pada 2024 bukan 2019. Hal itu sesuai dengan putusan Mahkamah Agung.
"Jadi karena sudah final oleh MA dan PTUN. Harusnya KPU melaksanakan putusan pengadilan," katanya.