Jaksa Minta Perkara Suap Merry Purba Dilanjutkan
Pada nota keberatan, Merry menyebut JPU pada KPK tidak memiliki alat bukti yang cukup dalam menjeratnya.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK meminta majelis hakim melanjutkan perkara kasus suap kepada Hakim Ad Hoc Pengadilan Negeri (PN) Medan, Merry Purba (MP).
Hal ini disampaikan JPU pada KPK di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Kamis (24/1/2019).
JPU pada KPK, Putra Iskandar, menilai perkara itu sudah cukup bukti. Jaksa, kata dia, tidak semata atas keterangan saksi, tetapi, didukung alat bukti sah dan berkesesuaian untuk memberi petunjuk adanya perbuatan pidana.
Atas dasar itu, JPU pada KPK menepis seluruh nota keberatan Merry. Pada nota keberatan, Merry menyebut JPU pada KPK tidak memiliki alat bukti yang cukup dalam menjeratnya.
"Eksepsi harus ditolak dan dinyatakan tidak dapat diterima," ujar Putra di Pengadilan Tipikor Jakarta, Kamis, (24/1/2019).
Selain itu, JPU pada KPK menjelaskan penyidik telah menyita sebagian uang haram dari tangan panitera pengganti Pengadilan Tipikor Medan, Helpandi terkait suap kepada Merry. Upaya penyitaan itu merupakan barang bukti uang yang diduga untuk menyuap Merry.
Baca: Komjen Arief Bantah Adanya Isu Faksi soal Rotasi Dirinya dari Kabareskrim ke Kalemdiklat Polri
Dia menegaskan, pembuktian peristiwa pidana tidak disyaratkan harus ada barang bukti yang menyertainya. Penuntut umum mendapat tanggung jawab pembuktian.
"Kami telah memiliki barang bukti uang SGD130 ribu dari tangan Helpandi bagian dari SGD280 ribu," tambah Putra.
Dalam kasus dugaan suap kepada hakim PN Medan terkait penanganan perkara di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Medan, KPK menetapkan Hakim Ad Hoc PN Medan, Merry Purba (MP) sebagai tersangka bersama Helpandi (HK) selaku Panitera Pengganti (PP) PN Medan serta Direktur PT Erni Putra Terari, Tamin Sukardi, dan Hadi Setiawan selaku orang kepercayaan Tamin.
Merry diduga menerima suap sejumlah SGD280.000melalui Helpandi dari Tamin Sukardi bersama Hadi.
Suap ini diberikan agar Tamin divonis ringan dalam kasus korupsi penjualan tanah aset negara senilai Rp132 miliar lebih.
Dalam vonis yang dibacakan pada tanggal 27 Agustus 2018 ini, Merry menyatakan berbeda pendapat (dissenting opinion) bahwa penjualan tanah senilai Rp132 miliar lebih itu bukan merupakan tindak pidana korupsi.
Adapun jaksa penuntut umum meminta majelis hakim memvonis Tamin 10 tahun pidana penjara, denda Rp500 juta subsider 6 bulan kurungan, dan uang pengganti Rp132 miliar.
KPK menyangka Tamin Sukardi dan Hadi Setiawan diduga selaku pemberi suap melanggar Pasal 6 Ayat (1) huruf a atau Pasal 5 Ayat (1) a atau Pasal 13 Undang-Undang (UU) Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan terhadap Merry Purba dan Helpandi diduga selaku penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf c atau Pasal 12 huruf a atau Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.