BPJS Tunggak Utang Rp 3,6 Triliun, Perusahaan Farmasi Mengeluh ke Wapres JK
Keluhan itu disampaikan langsung oleh Ketua GP Farmasi, Tirto Kusnadi, ke Wakil Presiden Jusuf Kalla
Penulis: Rina Ayu Panca Rini
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Gabungan Perusahaan Farmasi (GP Farmasi) mengeluhkan tunggakan pembayaran obat oleh Badan Pengelola Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan ke sejumlah perusahaan farmasi yang mencapai Rp 3,6Triliun.
Keluhan itu disampaikan langsung oleh Ketua GP Farmasi, Tirto Kusnadi, ke Wakil Presiden Jusuf Kalla, di kantor Wapres RI, Jalan Medan Merdeka Utara, Jakarta Pusat, Rabu (30/1/2019).
"Kita menyampaikan juga adanya keluhan-keluhan dari anggota GP farmasi yang bahwa penjualan-penjualan (obat) ke RS masih banyak yang belum terbayar," kata Tirto.
Ia menerangkan, tunggakan yang mencapai 3,6Triliun itu dikhawatirkan mengganggu pertumbuhan dan perkembangan industri farmasi.
"Sekarang mungkin ada sekitar 3,6 Triliun yang masih belum terbayar dan cukup lama utangnya. Ini nilainya cukup besar sehingga akan mengangggu pertumbuhan dan perkembangan industri farmasi. Kita sudah sampaikan ke pak wapres dengan harapan ada suatu yang bisa dibantu untuk ini bisa diselesaikan," jelasnya.
Baca: Berompi Hitam, Satgas Anti Mafia Bola Cari Dokumen di Kantor PSSI
Tirto mengatakan, ada sekitar 200 perusahaan farmasi yang bergabung pada GP Farmasi.
"60 perusahaan yang mungkin gigih atau sering mensuplai kepada pemerintah, dalam hal ini kepada Rumah Sakit yang masih belum terbayar," kata dia.
Dia mengatakan, sebelum menyampaikan keluhan ke Jusuf Kalla, pihaknya telah berulang kali menyampaikanya ke BPJS Kesehatan.
Namun belum mendapatkan jalan keluar.
"Kita selalu berkomunikasi dengan BPJS kesehatan tapi kalau belum bisa dibayar. Ya kalau bisa BPJS segera membayar kepada RS dan kemudian RS bisa membayar kepada supplier-supplier obat," ujar Tirto.
Mendengar keluhan itu, ujar Tirto, JK mengatakan pemerintah sedang berusaha mencarikan tambahan dana untuk menutup defisit BPJS Kesehatan.
"Pak JK bilang memang BPJS sedang dicarikan misalnya tambahan keuangan dan sebagainya, tapi kita juga di luar tidak terlalu mengejar hari ini karena memang di luar kewenangan kita, jadi kita hanya menunggu saja," kata Tirto.
Diketahui, BPJS sebenarnya tidak berutang langsung kepada pihak farmasi.
Dana dari BPJS Kesehatan digunakan rumah sakit untuk membeli obat dari pedagang besar farmasi (PBF), yang menjadi pihak ketiga atau co-provider perusahaan-perusahaan farmasi.
"Sulitnya industri ataupun PBF ini lah sebagai co-provider, jadi kita supply ke RS lalu digunakan oleh RS lalu RS menagih BPJS dibayar, baru akan dibayarkan ke kita," ujarnya.