Pengamat Sebut Konten Obor Rakyat Lebih Berbahaya ketimbang Tabloid Indonesia Barokah
Menurut Karyono, dua tabloid yang menghebohkan publik dan menimbulkan pro dan kontra ini memiliki persamaan dan perbedaan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur New Media Watch Agus Sudibyo menanggapi beredarnya tabloid Indonesia Barokah yang beredar di tengah masyarakat.
"Saya setuju, ini lebih seram dibandingkan dengan Obor Rakyat. Ini (Obor Rakyat) jauh sekali," kata Agus dalam diskusi media Tabloid Indonesia Berkah "Karya Jurnalistik atau Kumpulan Opini" yang dikutip dalam keterangannya, Rabu (30/1/2019).
Baca: Dewan Pers Sebut Tabloid Indonesia Barokah Bukan Produk Jurnalistik
Menurutnya, dalam menyajikan sebuah tulisan, Indonesia Barokah lebih menyajikan konten yang santai, ketimbang Obor Rakyat, yang ketika itu terlalu menyerang ke Jokowi, sekalipun ini merupakan media propaganda.
"Kalau dilihat memang keduanya tidak memiliki kaidah jurnalistik. Ini tetap dikritik karena ini tidak memiliki kaidah jurnalistik. Yang pada dasarnya, ketika kita buat sebuah media, maka sebelum operasi harus memnuhi syarat-syarat, seperti wartawan harus memiliki sertifikat. Ibaratnya mau shalat, tapi enggak wudu dulu," katanya.
Direktur Eksekutif Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo menilai, keberadaan Tabloid Indonesia Barokah masuk kategori negative campaign di mana dalam politik elektoral sangat dibolehkan.
Jika dibandingkan dengan Obor Rakyat, dari sisi konten, juga lebih halus. Karena itu, Karyono menilai, Indonesia Barokah hanya persoalan keberimbangan informasi.
"Sementara kasus Obor Rakyat penuh konten kebencian, hate speech, juga serangan fisik, terutama ke Jokowi," ujar Karyono.
Menurut Karyono, dua tabloid yang menghebohkan publik dan menimbulkan pro dan kontra ini memiliki persamaan dan perbedaan.
Persamaan Tabloid Indonesia Barokah dengan Obor Rakyat, antara lain; sama-sama merupakan media propaganda, tidak terdaftar di Dewan Pers, memiliki preferensi dukungan politik elektoral ke salah satu pasangan calon presiden, isi beritanya hasil kutipan berita yang sudah terpublikasi dan ditambah opini penulis alias bukan hasil wawancara sebagaimana media massa pada umumnya.
Kedua tabloid tersebut sama-sama membuat heboh dan dilaporkan ke pihak kepolisian, Bawaslu dan Dewan Pers. Kedua tabloid ini mencantumkan alamat fiktif sehingga tidak memenuhi ketentuan Pasal 12 UU Pers.
Namun kedua tabloid tersebut memiliki sejumlah perbedaan; dari aspek konten dan tujuan pesan. Substansi konten berita di Obor Rakyat mengandung banyak mengandung unsur Black Campaign.
Sedangkan Indonesia Barokah mengandung unsur Negative Campaign. Black Campaign atau kampanye hitam mengandung unsur fitnah karena tidak disertai dengan data.
Jenis kampanye hitam ini jelas bertentangan dengan peraturan perundang-undangan dan berbenturan dengan prinsip demokrasi.
Sedangkan Negative Campaign atau kampanye negatif dalam konteks demokrasi masih dapat diterima karena yang dimaksud kampanye negatif adalah menyampaikan pesan kampanye dalam berbagai bentuk informasi yang berisi tentang sisi negatif kompetitor dengan fakta yang dapat diverifikasi.
"Obor Rakyat lebih provokatif baik dari segi teks narasinya maupun gambar dibanding Indonesia Barokah. Narasi propaganda tabloid ini lebih soft," tegasnya.
Kemudian, dari aspek tujuan penulisan pesan, Obor Rakyat lebih kental dengan narasi yang mengobarkan dan mengajak untuk mempertentangkan SARA.
Sedangkan tabloid Indonesia Barokah lebih memberikan counter opini tentang politik identitas yang menggunakan SARA.
"Konten Obor Rakyat menggiring isu bernuansa SARA dan ujaran kebencian,"tegas Karyono.
Seperti diketahui, pada Edisi I bertanggal 5 - 11 Mei 2014 terdiri 16 halaman, tabloid Obor Rakyat menampilkan judul "Capres Boneka" dengan karikatur Jokowi sedang mencium tangan Megawati Soekarno Putri.
Judul lain yang ditampilkan di halaman depan ini adalah "184 Caleg Non Muslim PDIP untuk Kursi DPR" dan "Ibu-ibu, Belum Jadi Presiden Udah Bohongin Rakyat,".
Edisi II Obor Rakyat beredar awal Juni 2014 dengan judul besar di halaman depan "Seribu Topeng Jokowi.
Selain Tabloid Obor Rakyat, pasangan Jokowi - JK juga diserang dengan tabloid "Sang Pendusta" yang memajang karikatur Pinokio.
Baca: Moeldoko Dorong Pengungkapan Aktor Intelektual di Balik Tabloid Indonesia Barokah
Tak heran, dari pertimbangan dan penilaian Dewan Pers terkait kasus Obor Rakyat (Juni 2014) menegaskan Obor Rakyat berada di luar ranah jurnalisme. Penerbitan Obor Rakyat dipandang tidak sesuai dengan Undang-Undang Pers No.40 Tahun 1999 tentang Pers.
Kata Karyono, substansi perbedaan Obor Rakyat dengan Indonesia Barokah adalah terletak pada konten dan tujuannya.
Berita ini telah tayang sebelumnya di Kontan.co.id dengan judul : Pengamat: Tabloid Obor Rakyat lebih berbahaya ketimbang Indonesia Barokah