Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Kunjungi Meiliana, PSI Usulkan Undang-undang Penodaan Agama Dihapus

Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengusulkan agar Undang-Undang Penodaan Agama untuk dihapuskan.

Penulis: Dennis Destryawan
Editor: Malvyandie Haryadi
zoom-in Kunjungi Meiliana, PSI Usulkan Undang-undang Penodaan Agama Dihapus
ISTIMEWA
Surat Meliana 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Dennis Destryawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Partai Solidaritas Indonesia (PSI) mengusulkan agar Undang-Undang Penodaan Agama untuk dihapuskan.

Sekjen PSI Raja Juli Antoni berujar, dirinya mengunjungi Meliana di Lapas Permpuan Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara untuk bersama-sama merayakan Imlek. Meiliana merupakan warga Tanjung Balai yang dihukum satu tahun enam bulan penjara atas kasus penodaan agama.

Hakim menilai ia terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar Pasal 156 a KUHP atas perbuatannya memprotes volume suara azan yang berkumandang di lingkungannya.

"Saya bertemu dengan Ibu Meliana, Atui (Suami), Ferry dan Nita (anak) serta Ranto Sibarani (pengacara). Ibu Meliana dalam keadan baik. Namun demi keadilan, Ibu Meliana meminta agar MA segera memutus kasasinya yang sudah dikirim sejak bulan Desember lalu," ujar Antoni saat dikonfirmasi wartawan, Selasa (5/2/2019).

Baca: Habib Jafar Doakan Jokowi Menang Saat Terima Kunjungan Maruf Amin

Pada kesempatan itu, ucap Antoni, PSI menegaskan, akan mencabut UU Penodaan Agama (PNPS/1965) yang bersifat karet. Hal itu menjadi agenda perioritas PSI bila masuk DPR RI nanti.

UU ini, menurut Amnesty International, telah menjerat lebih banyak orang pada masa reformasi dibandingkan pada masa orde baru. Karena bersifat karet UU ini dapat menjerat siapa saja: Ahok, Meliana atau mungkin Rocky Gerung dan siapa saja.

Berita Rekomendasi

"Meski berbeda pilihan politik dengan Rocky Gerung, PSI tidak setuju Rocky dijerat dengan UU ini," kata Antoni.

PSI, menurut Antoni, mempercayai agama adalah suci dan absolut. Namun tafsir terhadap agama adalah relatif dan subjektif. Negara tidak perlu masuk mengurus tafsir keagamaan mana yang paling tepat, akurat dan objektif.

"Biarkan penafsiran itu menjadi bagian dari kebebasan berfikir dan berpendapat serta dinamika dan dialektika akademis para ulama, teolog dan akademisi tanpa campur tangan negara. Dengan demikian tidak akan ada Ahok, Meliana dan rakyat Indonesia lain yang terjerat UU karet ini," ucapnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas