Eni Saragih: Tuntutan JPU Tak Sesuai Fakta Persidangan
Dia menilai tuntutan dari JPU pada KPK itu tidak sesuai dengan fakta-fakta yang ada di persidangan
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Eni Maulani Saragih, terdakwa kasus korupsi proyek PLTU Riau-1, mengaku kaget mendengarkan tuntutan dari Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK.
Dia menilai tuntutan dari JPU pada KPK itu tidak sesuai dengan fakta-fakta yang ada di persidangan. Untuk itu, dia mengaku akan mengajukan pembelaan terhadap tuntutan.
"Saya cukup kaget karena merasa sudah kooperatif, menyampaikan semua apa yang saya rasakan, dengar kepada KPK. Ada beberapa hal menurut saya tidak sesuai fakta persidangan," kata Eni, ditemui setelah persidangan, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Dia mencontohkan fakta persidangan, di mana mantan wakil ketua Komisi VII DPR RI itu hanya memfasilitasi pertemuan antara Direktur Utama PLN, Sofyan Basyir dengan pemegang saham Blackgold Natural Resources Ltd, Johannes B. Kotjo.
"Fakta persidangan menyampaikan saya, misalnya, PLN Pak Sofyan dan Pak Iwan sudah menyampaikan kalau saya cuma memfasilitasi pertemuan-pertemuan yang memang ditugaskan kepada saya," kata dia.
"Banyak hal yang Pak Kotjo sampaikan, tak pernah menyampaikan soal fee langsung kepada saya,".
Selain itu, selama persidangan, dia menegaskan sudah berterus terang soal penerimaan uang suap senilai Rp3.550.000.000, gratifikasi Rp500.000.000, dan SGD10.000. selama mengurusi proyek tersebut.
"Saya juga berterus terang penerimaan yang lain itu saya menyampaikan dengan ikhlas karena niat baik saya. Tapi tidak didengar sama sekali. Niat baik saya menyampaikan apa adanya itu tidak dilihat sama sekali. Ini keadilan yang mana?'" tegasnya.
Baca: Serahkan Diri ke Gakkumdu, Caleg PAN Lucky Andriani Bakal Keluar Tahanan Setelah Pemilu
Apalagi, dia mengklaim sudah mengembalikan uang kepada penyidik KPK. Total pengembalian uang yang dikembalikan oleh Eni Saragih sejak proses penyidikan adalah Rp4.050.000.000 dan SGD10.000.
"Saya juga mencoba buat mengembalikan semua, saya berharap itu menjadi ringan. Tapi memang hari ini sepertinya yang saya rasakan mungkin kita tau semua, fakta persidangan juga saya ga tahu. Pokoknya semua jadi maksimal, saya kaget," tambahnya.
Sebelumnya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) pada KPK menuntut Mantan Wakil Ketua Komisi VII DPR RI Eni Maulani Saragih dituntut 8 tahun penjara. Pembacaan tuntutan disampaikan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, pada Rabu (6/2/2019).
JPU pada KPK, Lie Putra Setiawan, menilai Eni Maulani Saragih telah terbukti menerima uang suap senilai Rp4,75 miliar dari Johannes Budisutrisno Kotjo selaku pemegang saham Blackgold Natural Resources.
"Menuntut majelis hakim menyatakan terdakwa Eni Maulani Saragih terbukti sah dan meyakinkan bersalah," tutur Lie saat membacakan surat tuntutan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Rabu (6/2/2019).
Selama persidangan terungkap uang itu diberikan agar Johannes mendapat proyek Independent Power Producer (IPP) Pembangkit Listrik Tenaga Uap Mulut Tambang Riau (PLTU Riau-1).
Proyek PLTU Riau-1 sedianya akan dikerjakan oleh PT Pembangkitan Jawa Bali Investasi (PT PJBI), Blackgold Natural Resources dan China Huadian Engineering Company. Perusahaan itu dibawa langsung oleh Kotjo.
Tuntutan berupa pemberian hukuman pidana penjara selama 8 tahun ditambah hukuman berupa membayar denda senilai Rp 300 juta. Spatula tidak dipenuhi maka diganti dengan kurungan 4 bulan penjara.
"Mewajibkan membayar denda Rp 300 juta dan subsider 4 bulan kurangan," tutut JPU pada KPK.
Selain itu, JPU pada KPK menuntut Eni membayar uang pengganti senilai Rp 10,35 miliar dan SGD 40 ribu. Uang itu diperhitungkan dari sebagian uang yang telah dikembalikan ke KPK.
Nantinya, kata JPU pada KPK apabila tidak dibayarkan maka akan diganti dengan kurungan satu tahun penjara.
Setelah menjalani hukuman, Eni dikenakan pidana tamabahan berupa pencabutan hak untuk dipilih dalam jabatan publik.
"Pencabutan hak untuk dipilih selama lima tahun setelah menjalani pidana pokok," tambah JPU pada KPK.
Selain menerima suap, Eni juga menerima gratifikasi sebesar Rp5,6 miliar dan SGD40 ribu dari beberapa direktur dan pemilik perusahaan yang bergerak di bidang minyak dan gas (migas).
Akibat perbuatan itu, Eni didakwa melanggar Pasal 12 B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.