Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Jokowi dan Prabowo Dinilai Sama-sama Menggunakan Strategi 'Propaganda Ala Rusia' di Pilpres

Pengamat politik menyebut kedua kubu calon presiden dan wakil presiden Joko Widodo dan Prabowo Subianto, sama-sama memakai strategi.

Editor: Hasanudin Aco
zoom-in Jokowi dan Prabowo Dinilai Sama-sama Menggunakan Strategi 'Propaganda Ala Rusia' di Pilpres
Tribunnews/JEPRIMA
Pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden 02 Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno saling berpelukan dengan pasangan calon Presiden nomor urut 01 Joko Widodo dan Maaruf Amin usai mengikuti acara Debat Pertama Capres dan Cawapres di Gedung Bidakara, Jakarta Selatan, Kamis (17/1/2019). Debat Pertama ini mengangkat isu Hukum, HAM, Korupsi dan Terorisme. (Tribunnews/Jeprima) 

Belakangan strategi semacam itu, kata Irma, digunakan ketika pemilihan presiden AS tahun 2016, dalam pertarungan antara Donald Trump melawan Hillary Clinton.

"Secara kasat mata, kita lihat sekarang kan? Hari ini begitu banyak ujaran kebencian, fitnah, hoaks. Itu semua dijalankan dengan gencar. Jadi itu yang dimaksud dengan propaganda Rusia," jelas Irma Suryani Chaniago kepada BBC News Indonesia.

Irma lantas mencontohkan strategi "propaganda Rusia" yang menerpa Jokowi, melalui tudingan antek asing ketika pemerintah menggunakan utang luar negeri untuk membangun jalan.

"Jalan tol dibilang bisa tidak pakai utang. Lho dia (Sandiaga) aja bangun Cipali pakai utang kok. Gimana mau bilang bangun jalan tol enggak pakai utang?" imbuhnya.

Itu mengapa pihaknya mencurigai kubu lawan menggunakan konsultan yang sama dengan yang dipakai Donald Trump.

"Kita curigai ada konsultan asing yang dipakai oleh mereka yang kemudian memporak-porandakan kesatuan bangsa dengan haoks, fitnah tadi. Itu makanya kami bilang cukup. Enggak cocok kampanye ala Trump dipakai di Indonesia," tambahnya.

Tim Kampanye Nasional pun, kata dia, tidak khawatir aksi saling melontarkan sindiran ini akan berpengaruh kepada suara pendukungnya. Justru, dengan cara ini mereka ingin mempertahankan para pemilihnya yang masih ragu-ragu.

Berita Rekomendasi

Irma mengatakan dengan alasan itu, pihaknya menerapkan strategi kombinasi antara penyampaikan peringatan, klarifikasi, dan program.

Namun ia mengakui porsi penyampaikan program masih minim.

"Yang namanya hoaks merajalela. Berita bohong lebih disukai karena membuat masyarakat terprovokasi. Tidak semua orang bisa diyakinkan dengan penyampaikan program saja," imbuhnya.

"Ke depan Jokowi ingin fokus di sumber daya manusia. Jadi mereka itu bisa ikut magang di perusahaan-perusahaan besar selama setahun lalu dapat sertifikat dan bisa bersaing di pasar kerja internasional," kata Irma terkait program yang akan diterapkan bila terpilih lagi.

Namun pengamat politik Aditya Perdana mengatakan saling serang pernyataan antara Jokowi-Ma'ruf Amin dan Prabowo-Sandiaga tidak akan berhenti.

"Ya saya bisa pahami, bisa jadi kekhawatiran yang disampaikan pihak oposisi benar. Tapi bisa jadi ini adalah gaya yang disampaikan Jokowi bahwa dia selama ini dalam posisi yang selalu mengalah. Sehingga ini saatnya untuk melawan balik," ujar Aditya.

Meski demikian, ia mengingatkan kubu Jokowi agar tidak terlena bertarung dan melupakan para pemilih yang masih mengambang.

"Mereka yang belum punya pilihan ini juga penting untuk didengarkan dan jadi warning bagi kedua calon. Karena Jokowi dan Prabowo ini bukan lagi bertarung untuk hal substansif tapi hal-hal remeh temeh."

Sumber: BBC Indonesia
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas