Produksi Pangan Meningkat, KTNA: Ini Prestasi Petani Kita
Pertanian modern yang dijalankan oleh para petani turut mendongrak produksi komoditas pangan strategis
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -- Produksi sejumlah komoditas strategis seperti beras dan jagung selama empat tahun terakhir meningkat signifikan. Ketua Umum Kontak Tani Nelayan Andalan (KTNA) Winarno Tohir menyebutkan bahwa petani memiliki peran penting dalam peningkatan tersebut.
“Produktivitas petani kita terus membaik dan produktivitas merekalah yang mendongkrak produksi pangan strategis,” jelas Winarno saat dimintai keterangan, Rabu (6/2/2019).
Salah satu kunci peningkatan produksi pangan adalah transformasi pertanian dari tradisional ke pertanian modern. Pertanian modern yang dijalankan oleh para petani turut mendongrak produksi komoditas pangan strategis.
“Empat tahun terakhir produktivitas petani kita meningkat pesat. Modernisasi sudah berjalan dengan penggunaan alat mesin pertanian (alsintan) secara masif sehingga kerja petani lebih efektif dan efisien,” jelas Winarno saat dimintai keterangan, Rabu (6/2).
Pada tahun 2018 saja, Pemerintah melalui Kementerian Pertanian mengalokasikan anggaran sebesar Rp2,81 triliun untuk belanja lebih dari 70.000 unit alsintan yang berfokus pada peningkatan komoditas pangan strategis padi, jagung dan kedelai.
Modernisasi pertanian tidak hanya sebatas inovasi alat dan mesin pertanian, tapi juga perubahan dalam manajemen tanam.
Petani yang semula hanya menanam sekali setahun, sekarang sudah bisa menanam dua hingga tiga kali setahun.
"Dengan manajemen tanam yang baru, setiap hari terjadi olah tanah, tanam dan panen. Dengan produktivitas petani yang meningkat, hasil produksi pun turut terdongkrak," ucapnya.
Winarno mencontohkan komoditas beras yang produksinya tak hanya sebatas meningkat. Jika mengacu pada Food and Agricultural Organization (FAO), Winarno menyebutkan Indonesia sudah bisa dinyatakan swasembada beras.
“Hal ini mengacu pada FAO yang menyebutkan suatu negara dikatakan swasembada jika produksinya minimal mencapai 90% dari kebutuhan nasionalnya,” terangnya.
Winarno mengungkapkan sejak tahun 2016 sampai 2018, produksi beras surplus. Faktanya, pada tahun 2016 dan 2017 sama sekali tidak ada impor. Sementara beras yang masuk pada tahun 2016 itu merupakan sisa impor tahun 2015.
Kemudian pada tahun 2018, Indonesia bahkan mengalami surplus. Berdasarkan data BPS, surplus beras 2018 sebesar 2,85 juta ton dan impor 2018 itu merupakan sebagai cadangan nasional, tidak sebagai stok utama.
Capaian yang diraih pertanian Indonesia pada beberapa tahun belakangan ini, merupakan prestasi para petani Indonesia. Untuk itu, Winarno meminta publik untuk tidak mendistorsi prestasi petani dengan menggembar-gemborkan data impor pangan.
“Pada tahun 1984 FAO menyebutkan bahwa Indonesia mencapai swasembada beras. Padahal saat itu, Indonesia masih mengimpor beras 414 ribu ton. Tantangan yang dihadapi pertanian kita lebih berat. Jumlah penduduk saat ini 260 juta, meningkat dua kali lipat dibandingkan tahun 1984 sebanyak 164 juta penduduk. Jadi surplus pada tahun 2018 jangan dianggap sebagai capaian ringan,” tandas Winarno Tohir.