Peneliti Indef Sebut Bagasi Berbayar Bisa Picu Inflasi dan Hambat Pertumbuhan Ekonomi 2019
Ia juga memaparkan, angkutan udara yang pada tahun 2017 berada di peringkat 16 sebagai komoditas penyumbang inflasi terbesar
Penulis: Gita Irawan
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengajar FE UGM dan Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Bhima Yudistira menilai kebijakan bagasi berbayar yang diajukan oleh maskapai-maskapai low cost carrier (LCC) bisa memicu inflasi dan menghambat pertumbuhan ekonomi tahun 2019.
Ia juga memaparkan, angkutan udara yang pada tahun 2017 berada di peringkat 16 sebagai komoditas penyumbang inflasi terbesar naik ke peringkat enam pada tahun 2018.
Hal itu disampaikan Bhima dalam acara diskusi di Menteng, Jakarta Pusat pada Sabtu (9/2/2019).
"Kalau kita lihat jangka panjangnya ini ada implikasi ke inflasi. Ini yang Pak Presiden agak nggak suka. Karena inflasi dari angkutan udara dari tahun 2017 masih ada di urutan ke 16 komoditas penyumbang inflasi. Di tahun 2018 dia langsung naik ke peringkat keenam komoditas penyumbang utama inflasi. Artinya sedikit saja ada perubahan variabel perubahan harga di tingkat konsumen itu inflasi kita bisa naik," kata Bhima.
Baca: Harga Tiket Pesawat Mahal, Penerbangan Pesawat Jurusan Padang - Jakarta Hanya Bawa 3 Penumpang
Meski begitu ia tidak memungkiri situasi yang mempengaruhi maskapai-maskapai tersebut untuk mengajukan kebijakan bagasu berbayar.
Menurutnya beberapa faktor yang mempengaruhi antara lain kurs rupiah yang turun, naiknya harga minyak mentah yang membuat harga avtur juga ikut naik, dan biaya bandara.
"Kemudian kalau kita lihat dari kurs, avtur dan biaya bandara itu ternyata sepanjang 2018 menambah 13,2 persen dari total cost maskapai," kata Bhima.
Untuk itu ia mengatakan pemeritnah harus mengevaluasi lagi soal kebijakan bagasi berbayar.
"Kita tidak menyalahkan maskapai. Tapi ini adalah pemerintah yang ambil alih, intervensi di regulasi. Di sini di regulasi kita belum melihat keseriusannya," kata Bhima.
Menurutnya pemerintah juga harus memikirkan dampak terhadap inflasi ekonomi tenaga kerja.
"Karena kita kahwatir di maskapai sendiri ketika bagasinya mengalami penurunan, maka bisa dimungkinkan terjadinya pemutusan hubungan kerja," kata Bhima.
Baca: Dituding Hobi Judi saat Olga Syahputra Koma di Singapura, Mak Vera : Kenapa Mereka Curhat di Sosmed?
Selain itu, kalau pemerintah berniat mendorong sektor pariwisata, maka ia menganjurkan agar pemerintah dapat mempertahankan tiket pesawat yang terjangkau oleh masyarakat.
Meskipun ia tidak meminta pemerintah membuat harga tiket menjadi lebih nurah, namun ia menekankan pemerintah dapat menaikan harganya secara bertahap.
Jika sektor pariwisata tidak dijaga, menurutnya hal itu bisa menghambat pertumbuhan ekonomi di tahun 2019.
"Di tengah kita tengah susah mengandalkan komoditas. Pariwisata dan jasa ini menjadi tulang punggung ekonomi. Jadi ketika hulunya tadi mengalami masalah harga yang mahal, tidak hanya bagasi tapi juga tiket dan kargo juga. Maka kita khawatirkan itu bisa menghambat pertumbuhan ekonomi di tahun 2019," kata Bhima.