KPK Panggil Ulang Keponakan Wapres Jusuf Kalla untuk Jadi Saksi Kasus Proyek Jalan di Bengkalis
Direktur Utama PT Bosowa Maros, Subhan Aksa, akan kembali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Sanusi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Setelah sebelumnya batal menjalani pemeriksaan, Direktur Utama PT Bosowa Maros, Subhan Aksa, akan kembali dipanggil Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Subhan akan diperiksa sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis, Riau tahun anggaran 2013-2015.
Selain sebagai keponakan Wakil Presiden Jusuf Kalla, Subhan merupakan adik dari Chairman Bosowa Coorporindo, Erwin Aksa.
"Karena kemarin belum datang, nanti akan kami panggil kembali sesuai kebutuhan penyidikan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah kepada wartawan, Selasa (12/2/2019).
Febri mengaku belum mendapat informasi waktu pemanggilan putra dari pengusaha Aksa Mahmud ini.
"Kapan jadwalnya nanti kami informasikan lebih lanjut," kata Febri.
Baca: Sopir Taksi Gantung Diri Gara-gara Utang: Jebakan Setan Pinjaman Online dan Pesan untuk Rentenir
KPK memanggil Subhan Aksa pada Jumat (8/2/2019). Namun, pemeriksaan Subhan Aksa sebagai saksi untuk tersangka Direktur Utama PT Mawatindo Road Contruction, Hobby Siregar itu batal karena terdapat kesalahan pada surat panggilan.
Baca: Geng Motor Beraksi di Jaksel, Todong Pemilik Warung Pakai Katana dan Celurit
Sebelumnya, KPK menetapkan dua tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi dalam proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau tahun 2013-2015.
Mereka adalah Kadis PU Kabupaten Bengkalis tahun 2013-2015 Muhammad Nasir yang juga Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan Direktur Utama PT Mawatindo Road Construction Hobby Siregar.
Keduanya diduga secara sah telah melawan hukum dengan melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu koorporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara dalam proyek jalan di Bengkalis. Diduga terjadi kerugian keuangan negara sekurang-kurangnya Rp 80 miliar.