Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Ini Kronologi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang Kini Menjadi Polemik

Sebenarnya, bagaimana perjalanan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual sejak pertama kali diinisiasi?

Penulis: Gita Irawan
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Ini Kronologi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual yang Kini Menjadi Polemik
Tribunnews.com/Gita Irawan
Para pengisi materi diskusi Publik Fraksi PKS DPR RI "Kontroversi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual" di Ruang Rapat Pleno Fraksi PKS, Lantai 3 Gedung Nusantara 1 DPR RI, Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat pada Rabu (13/2/2019) 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) belakangan ramai dibicarakan oleh masyarakat.

RUU tersebut juga menimbulkan reaksi antara kelompok yang menerima dan kelompok menolak.

Baca: Komnas Perempuan Tegaskan Tidak Ada Dukungan Terhadap LGBT Maupun Seks Bebas dalam RUU PKS

Satu di antara kelompok yang menolak adalah Partai Keadilan Sejahtera.

Dalam Diskusi Publik Fraksi PKS DPR RI Kontroversi RUU Penghapusan Kekerasan Seksual di Ruang Rapat Pleno Fraksi PKS, Lt. 3 Gedung Nusantara 1 DPR RI, Jl. Jenderal Gatot Subroto, Jakarta Pusat pada Rabu (13/2/2019), Fraksi PKS membeberkan kronologinya.

Sebenarnya, bagaimana perjalanan RUU tersebut sejak pertama kali diinisiasi?

19 Mei 2016

Berita Rekomendasi

Anggota Komisi VIII FPKS DPR RI HM Iqbal Ramzi sebagai anggota Panitia Kerja mengungkapkan, kronologis sejak pembuatan naskah akademik dan draft RUU sampai rapat internal Komisi VIII menyepakati untuk pembahasan tersebut usai Pemilu 2019.

"19 mei 2016 Baleg DPR RI menerima naskah akedemik dan draft RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS) yang merupakan usulan anggota DPR yang ditandatangani oleh 70 orang anggota," kata Iqbal memulai pemaparannya.

6 Juni 2016

Komnas Perempuan bersama Forum Pengadaan Layanan telah menyerahkan draft RUU PKS kepada pimpinan DPR. Kemudian RUU PKS disepakati oleh Baleg dan Pemerintah untuk masuk dalam daftar Prolegnas sebagai RUU Prioritas.

8 Juni 2016

Komnas Perempuan melaporkan perkembangan penyusunan draft RUU kepada Presiden Jokowi.

19 September 2016

Komnas Perempuan dan Forum Pengadaan Layanan menyerahkan draft RUU kepada Kaukus Perempuan Parlemen Republik Indonesia (KPPRI) dan KPPRI diminta untuk mengawal dan pembahasan dan pengesahan RUU agar segera menjadi Undang-Undang.

25 Oktober 2018

Komite III DPD RI menyampaikan hasil penyusunan RUU dalam rapat paripurna DPD RI. Rumusan dilakukan dengan bekerjasama dengan Komnas Perempuan. Pada saat itu DPR RI memang belim menyepakati agenda pembahasan RUU, sehingga DPR RI menilai penting untuk mengambil langkah lebih dulu.

Pada hari yang sama, naskah akademik dan draft RUU yang disusun oleh DPD RI dan Komnas Perempuan diserahkan ke Baleg DPR RI.

Baca: Polisi Selidiki Akun Komik Muslim Gay yang Sebar Konten LGBT

"Catatan berupa masukan yang diberikan antara lain tujuan dari RUU PKS adalah memberikan perlindungan dari kejahatan seksual. Kiranya RUU ini tidak menjadi pintu masuk diperbolehkannya LGBT di Indonesia. Menugaskan tim ahli Baleg untuk lebih cermat dan teliti dalam melakukan pengharmonisasian, pembulatan, dan pemantapan konsepsi terhadap RUU ini khususnya terkait norma-norma kekeluargaan sehingga tidak menjadi RUU yang kontra dengan nilai-nilai keluarga," kata Iqbal.

31 Januari 2017

Dalam sidang Baleg, RUU PKS disetujui sebagai RUU usul anggota.

6 April 2017 

Setelah disahkan dalam paripurna sebagai RUU inisiatif DPR, pimpinan DPR mengirimkan surat draft RUU kepada pemerintah.

Pada rapat terakhir Baleg, RUU PKS ini akan diusulkan untuk kelak dibahas oleh Pansus dengan Komisi III karena konten RUU PKS lintas bidang dan lintas kemanusiaan.

Baca: Pimpinan Komisi VIII: Tak Benar RUU PKS Akan Berpotensi Timbulkan Zina

"Namun pada kenyataannya Komisi VIII yang akhirnya mendapat penugasan dari pimpinan DPR untuk membahas Daftar Inventaris Masalah (DIM) Pemerintah. Dengan kata lain, pembahasan dilaksanakan oleh Panja dan bukan oleh Pansus," kata Iqbal.

Menurut Iqbal, dari 774 poin dari 152 pasal RUU PKS yang diusulkan oleh DPR pemerintah mengusulkan banyak perubahan.

"DIM pemerintah jadinya hanya ada 50 pasal. Alasannya karena materi yang bersifat teknis akan diatur dalam Peraturan Presiden dan beberapa pasal dihapus karena sudah diatur dalam perundangan yang sudah ada," terang Iqbal.

Baca: Komnas Perempuan Desak DPR Segara Sahkan RUU PKS

Iqbal melanjutkan, karena penugasan yang dirasa tiba-tiba, Panja RUU PKS merasa perlu mempelajari RUU tersebut.

"Karena penugasan yang dirasa tiba-tiba, Panja RUU PKS dirasa perlu untuk mempelajari RUU tersebut dan meminta pendapat dari beberapa pakar dan organisasi masyarakat," kata Iqbal.

31 Januari 2018

Panja ini telah melakukan lima kali Rapat Dengar Pendapat Umum (RDPU) dengan Komnas Perempuan, pakar hukum, PB Muhammadiyah, Aliansi Cinta Keluarga, Persatuan Wanita Kristen Indonesia, dan Wanita Hindu Dharma Indonesia.

"Termasuk dengan forum keagamaan pada 3 Oktober 2018, Panja juga melakukan RDPU dengan MUI, PGI, Walubi, dan Kongres Ulama Perempuan," tambah Iqbal.

25 Oktober 2018

Panja mengundang pakar psikologi Pakar Psikologi DR Ikhsan Gumilar dan DR Bagus Priyono serta Pakar Kesehatan Dr Dewi Inong Irana.

Baca: Penyandang Disabilitas Minta RUU PKS Segera Disahkan

"Rapat internal Komisi VIII terkait Panja RUU telah dilakukan rapat atau pertemuan untuk membahas RUU PKS. Disepakati untuk masuk pembahasan dan baru akan dibahas sesudah Pemilu," kata Iqbal.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas