Cerita Fifi, Hilangkan Trauma Pasca Bom JW Marriot Rusak Sebagian Anggota Tubuhnya
Suaranya parau, ia terlihat berusaha tegar meskipun mimik wajahnya memperlihatkan kesedihan, perlahan ia pun melanjutkan kalimatnya.
Penulis: Fitri Wulandari
Editor: Johnson Simanjuntak
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ajang 'Peluncuran sekaligus Bedah 4 Buku kKarya Kepala Badan Nasional Penanggulangan Teroris (BNPT) Komjen Polisi Suhardi Alius' tampaknya menjadi 'momen tak terlupakan' bagi sejumlah korban peristiwa bom yang hadir dalam acara tersebut.
Satu diantaranya adalah seorang perempuan muslimah yang tampak tegar berdiri di depan panggung dan menjelaskan apa yang ia alami saat menjadi korban bom yang meledak di Hotel JW Marriot, Jakarta Selatan, pada 2003 silam.
Fifi, mencoba menata kalimatnya dan intonasi suaranya saat membuka mulutnya dihadapan audiens yang hadir dalam peluncuran dan bedah buku yang digelar di Auditorium Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas), Medan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat, Kamis (14/2/2019).
Mengenakan maxi dress bewarna ungu dipadukan jilbab yang memiliki detail corak, perempuan tersebut menyampaikan hal yang paling berat dalam hidupnya setelah bom itu merusak sebagian anggota tubuhnya.
"(Luka) itu membutuhkan pengobatan selama 7 bulan dan yang paling berat adalah saya tidak siap untuk menghadapi pernikahan saya," ujar Fifi.
Suaranya parau, ia terlihat berusaha tegar meskipun mimik wajahnya memperlihatkan kesedihan, perlahan ia pun melanjutkan kalimatnya.
Baca: Majelis Hakim Vonis Empat Anggota DPRD Sumut Pidana Penjara Masing-masing Empat Tahun
Saat baru mengalami peristiwa naas itu, ia mengaku bingung lantaran momen pernikahannya sudah semakin dekat, namun kenyataan pahit baru saja ia alami.
Dirinya belum bisa menerima kenyataan bahwa tangannya kini tidak bisa berfungsi secara normal.
Ia takut tidak bisa bersalaman dengan para tamu undagan yang hadir di pesta pernikahannya.
Akhirnya, Fifi pun terpaksa merelakan pernikahannya, ia batal menikahi pujaan hatinya.
Rencana indah yang telah ia dan pasangannya rencanakan pun buyar lantaran peristiwa yang terjadi hanya sepersekian detik itu.
"Bagaimana menyalami dengan tangan saya yang dibungkus, saya tak sanggup, akhirnya saya memutuskan untuk tidak jadi menikah," kata Fifi.
Perempuan tersebut pun membutuhkan pemulihan secara mental, ia mengaku sempat melakukan konseling dengan para psikolog untuk mengembalikan keberaniannya dan menghilangkan traumanya melintasi kawasan yang memberikan memori buruk baginya.
Kecemasannya pun saat itu mempengaruhi karirnya, ia enggan melanjutkan pekerjaannya.
Namun, konseling yang diberikan padanya memberikan trauma healing yang cukup membantunya.
Mirisnya, salah satu cara yang harus dilakukan memang sempat membuatnya ragu, hal itu karena Fifi harus mencoba kembali mendatangi lokasi yang pernah membuat hidupnya seketika hancur.
"Saya tidak sanggup untuk bekerja kembali dan stress, konseling dengan psikolog, dan akhirnya mereka menyampaikan bahwa (hal ini) harus dihadapi, bahwa kita harus bisa berada pada saat kejadian terjadi," jelas Fifi.
Baca: Prabowo Dilarang Salat Jumat, BPN: Selama Ini Ditanya Salat Di mana, Sekarang Kok Dilarang?
Perlahan namun pasti, ia akhirnya mencoba saran tersebut.
Fifi mulai mencoba menginjakkan kakinya ke kawasan hotel itu, namun ia mengawalinya melalui kawasan perbelanjaan ITC Ambassador.
Fifi tampak mengatur intonasi suaranya saat menyebutkan lokasi-lokasi yang berdekatan dengan titik peristiwa naas itu.
Hingga akhirnya ia melanjutkan pernyataannya bahwa dirinya kini berhasil berada di titik ini, tidak hanya bisa menginjakkan kaki di hotel yang memberikan nestapa baginya.
Namun juga bertemu para mantan teroris yang secara langsung maupun tidak langsung, berperan dalam proses hidupnya saat ini.
"Kemudian saya ke Marriot, kurang lebih saya berangkat dari Ambassador sampai saya di titik ini, di mana saya sekarang berada," tegas Fifi.
Dalam acara bedah buku itu pun, hadir pula Ali Imron, mantan Napi Teroris yang pernah melakukan aksi Bom Bali I.
Keduanya pun sempat saling mengungkapkan pernyataan masing-masing.
Ali pun meminta maaf atas apa yang pernah ia dan rekan-rekannya lakukan dan akhirnya menimbulkan dampak trauma berkepanjangan dan luka yang membekas bagi para korban.
Wajahnya terlihat menunjukkan penyesalan, ia mencoba merangkai kata-kata yang penuh makna permohonan maaf.
Ali pun mewakili teman-temannya, baik yang sudah tobat maupun yang masih berpikiran radikal, untuk menyampaikan permohonan maaf kepada korban dan keluarga korban.
Wajahnya terlihat sedih dan ia mengarahkan pandangannya ke posisi Fifi berdiri, arah tubuhnya pun demikian.
Ia terlihat memberikan penghormatan kepada orang dihadapannya itu yang harus menjadi korban dari pemahaman ilmu agama yang salah.
"Mbak Fifi, jadi meskipun saya ketika kejadian itu sudah di penjara, tetapi saya perlu mewakili kawan-kawan, baik yang sudah sadar ataupun yang belum sadar, jadi yang paling dalam, kami mohon maaf sebesar-besarnya karena pernah terlibat aksi terorisme," pungkas Ali.