Kalemdiklatpol Komjen Arief: Budaya Senioritas di Akpol Bukan dengan Kekerasaan
Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri, Komjen Pol Arief Sulistyanto menilai budaya senioritas tetap dijaga di Akpol
Penulis: Reza Deni
Editor: Sugiyarto
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA -Kepala Lembaga Pendidikan dan Pelatihan (Kalemdiklat) Polri, Komjen Pol Arief Sulistyanto menilai budaya senioritas tetap dijaga dalam lingkungan Akademi Kepolisian.
Hal tersebut berkaitan dengan terobosan yang dilakukan Arief setelah memberhentikan 13 taruna Akademi Kepolisian (Akpol) atas kasus penganiayaan.
"Budaya senioritas itu tetap dibangun, tapi senioritas yang mengayomi, yang membina, yang disegani, bukan dengan kekerasan. Itulah yang kita inginkan," kata Arief saat berbincang dengan Tribunnews.com di Lemdiklat Polri, Jakarta Selatan, Rabu (13/2/2019).
Budaya kekerasan dalam lingkungan Akpol, ditegaskan Arief, harua diubah dan diganti dengan budaya yang lebih humanis.
"Oleh karena itu, harus ada yang menanamkan pada diri mereka bahwa itu dilarang. Yang harus dibangun adalah tradisi saling asah saling asuh dan saling asih," lanjutnya.
Pati Polri bintang tiga itu bahka mengaku saat menjadi taruna, tidak ada budaya kekerasan yang dilakukan, baik olehnya atau terhadap dirinya.
"Ini sudah bertahun-tahun dilarang, tapi kok terjadi lagi terjadi lagi? Saya sampaikan yang jelas dasar hukum yang paling kita jadikan pedoman di gelar sidang," kata Arief.
Untuk itu, dirinya bakal merencanakan beberapa evaluasi terkait pendidikan di Lemdiklat, demi mencetak para pemimpin Polri di masa mendatang yang profesional dan berintegritas.
"Saya sebagai Kalemdiklat harus menjamin seluruh proses pendidikan berlangsung dengan baik, dengan benar, dan terjaga. Ini tugas yang sangat mulia. Kita akan menyiapkan pemimpin-pemimpin polri yg sangat baik, menciptakan pemimpin-pemimpin yang berkualitas," pungkasnya.
Seperti diketahui, 13 taruna dinilai Mahkamah Agung bertanggung jawab atas penganiayaan yang menewaskan taruna tingkat II bernama Muhammad Adam pada 18 Mei 2017 silam.
Korban tewas seusai dianiaya di sebuah gudang, dan ada luka di dada yang menyebabkan sesak napas dan akhirnya korban tidak mendapat oksigen.