Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Lewat Validitas Rekaman Suara, KPK Meyakini Pengacara Lucas Bantu Pelarian Eddy Sindoro

KPK meyakini pengacara Lucas membantu Eddy Sindoro, mantan petinggi Lippo Group untuk dapat keluar masuk Indonesia tanpa pemeriksaan petugas Imigrasi.

Penulis: Ilham Rian Pratama
Editor: Willem Jonata
zoom-in Lewat Validitas Rekaman Suara, KPK Meyakini Pengacara Lucas Bantu Pelarian Eddy Sindoro
Ilham Rian Pratama
Juru Bicara KPK Febri Diansyah 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meyakini keterlibatan pengacara Lucas dalam upaya membantu Eddy Sindoro, mantan petinggi Lippo Group untuk dapat keluar masuk Indonesia tanpa pemeriksaan petugas Imigrasi.

KPK meyakini kesahihan ahli digital akustik yang dihadirkan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) KPK dalam proses persidangan. Ditambah JPU KPK juga menghadirkan 16 orang saksi.

"KPK meyakini ahli di bidang forensik suara ucap ini lebih valid secara teknis dan hukum untuk membuktikan identiknya suara terdakwa (Lucas) atau pihak lain dengan bukti penyadapan yang sudah dimiliki KPK," kata Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (19/2/2019).

"Dugaan komunikasi antara Lucas dengan Eddy Sindoro serta pihak-pihak lain termasuk bukti-bukti yang diajukan di persidangan," imbuhnya.

Baca: Kuasa Hukum Eddy Sindoro Kembali Pertanyakan Keabsahan Alat Bukti dari KPK

Dengan begitu, KPK semakin yakin adanya keterlibatan Lucas dalam upaya membantu Eddy Sindoro.

Baca: KPK Serahkan Barang Rampasan Senilai Rp 110 Miliar Kepada Kejaksaan Agung dan BNN Besok

"Dalam proses penyidikan hingga persidangan juga sudah terungkap hasilnya sangat meyakinkan bahwa suara pembicara (terdakwa, Lucas) identik dengan suara dalam rekaman penyadapan yang  diajukan oleh KPK," tegas Febri.

Berita Rekomendasi

Terkait dengan sangkaan bahwa Lucas tak memiliki kepentingan dalam pelarian Eddy Sindoro, menurut Febri hal tersebut sudah dibuktikan di persidangan.

JPU telah membuka rekaman suara antara Lucas dengan Eddy Sindoro. Bahkan, rekaman sopir pribadi Lucas pun turut diberikan ke majelis hakim sebagai bukti.

Baca: Billy Sindoro Bantah Janjikan Uang Rp 10 M ke Bupati Bekasi Terkait IPPT

Oleh karenanya, Febri menegaskan bahwa keterlibatan Lucas dalam pelarian Eddy Sindoro kian terang.

"Dari bukti-bukti elektronik tersebut, JPU meyakini relasi antara Lucas dan Eddy Sindoro tersebut, dan juga pola pengurusan kasus hukum (pelarian) juga terbaca di sana," ujarnya.

Sebelumnya, Direktur Eksekutif KPK Watch Indonesia M Yusuf Sahide menyebut bahwa jaksa KPK gagal membuktikan perbuatan menghalangi proses hukum yang diduga dilakukan Lucas.

Menurut Yusuf, selama persidangan Lucas berlangsung, yakni sejak November 2018 hingga Februari 2019, jaksa hanya fokus pada keterangan satu saksi, yakni Sekretaris PT Gajendra Adhi Sakti, Dina Soraya Putranto.

Kedua, menurut Yusuf, dalam persidangan Eddy Sindoro memastikan tidak pernah dibantu dan berbicara dengan Lucas selama Eddy berada di luar negeri. Rekaman penyadapan juga tidak bisa membuktikan perbuatan Lucas.

Kemudian, menurut Yusuf, Lucas bukan kuasa hukum Eddy Sindoro, baik sebelum menjadi tersangka maupun saat sudah dijerat KPK.
Bahkan, menurut Yusuf, alat bukti yang digunakan KPK menjerat Lucas sangat prematur.

"Makanya selama persidangan ini sampai Minggu lalu, kami melihat tuduhan KPK tidak ada alat bukti yang kuat. Jaksa tidak bisa membuktikan perbuatan Pak Lucas," kata Yusuf kepada wartawan, Selasa (19/2/2019).

Seperti diketahui, Lucas didakwa menghalangi proses penyidikan KPK terhadap tersangka mantan petinggi Lippo Group, Eddy Sindoro. Lucas diduga membantu pelarian Eddy ke luar negeri.

Selain itu, Lucas mengupayakan supaya Eddy masuk dan keluar wilayah Indonesia, tanpa pemeriksaan petugas Imigrasi. Hal itu dilakukan supaya Eddy tidak diproses secara hukum oleh KPK.

Atas perbuatan itu, Lucas didakwa melanggar Pasal 21 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dalam UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Sebelumnya, Eddy merupakan tersangka dalam kasus suap panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Edy Nasution. Kasus ini sudah bergulir sejak tahun 2016 ketika Eddy ditetapkan sebagai tersangka.

Namun, Eddy mengungkapkan perjalanan ke sejumlah negara setelah ditetapkan sebagai tersangka oleh KPK untuk mengobati penyakit.

Sehingga, dia membantah keberadaan di luar negeri menghindari proses hukum. Sejak ditetapkan sebagai tersangka 2016, dia sudah di luar negeri.

Pada saat itu, dia selalu berpindah-pindah, mulai dari Jepang, Kamboja, Hongkong, Malaysia, Thailand, dan Singapura. Selama berada di luar negeri, dia menggunakan paspor palsu Republik Dominika.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas