Saksi Ungkap Beratnya Irwandi Yusuf Bangun Aceh Pasca Konflik
Salah satu tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu tercatat sebagai gubernur pada periode periode 2007–2012 dan 2017 sampai 2018.
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Malvyandie Haryadi
Laporan Wartawan Tribunnews.com, Glery Lazuardi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Penasihat Bidang Politik dan Keamanan Gubernur Nanggroe Aceh Darussalam, Muhammad MTA, mengatakan Irwandi Yusuf, sudah berupaya menstabilkan kondisi di 'Bumi Serambi Makkah' selama menjabat sebagai gubernur.
Salah satu tokoh Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu tercatat sebagai gubernur pada periode periode 2007–2012 dan 2017 sampai 2018. Namun, pada tanggal 5 juli 2018, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menahan Irwandi.
Irwandi bersama Bupati Bener Meriah Provinsi Aceh Ahmadi serta dua orang dari unsur swasta masing-masing Hendri Yuzaldan T Syaiful Bahri diproses hukum atas dugaan kasus tindak pidana korupsi suap pengalokasian dan penyaluran Dana Otonomi Khusus Tahun Anggaran 2018 pada Pemerintah Provinsi Aceh.
Baca: Beberapa Hal yang Harus Dipersiapkan Sebelum Mendaki Gunung Menurut Basarnas
"Secara khusus adalah orientasi pak Irwandi untuk mewujudkan pemerintahan yang bersih itu, juga bersinggungan dengan politik dan keamanan di Aceh," kata Muhammad MTA, saat memberikan keterangan sebagai saksi yang dihadirkan pihak Irwandi Yusuf, di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin (4/3/2019).
Situasi keamanan di provinsi itu sempat tidak stabil selama beberapa puluh tahun. Hal ini, karena munculnya gerakan sparatis yang diberi nama GAM. GAM eksis pada periode Desember 1976 - 27 Desember 2005.
Irwandi merupakan orang pertama yang menjabat sebagai gubernur di provinsi itu setelah melakukan perdamaian dengan Indonesia. Untuk membangun Aceh, kata dia, Irwandi menekankan mengenai stabilitas keamanan.
"Pelaksanaan pemerintah Aceh itu sangat dipengaruhi kondisi politik dan keamanan, makanya ketika beberapa kami dilibatkan dalam pemerintahan bagaimana kita melakukan pendampingan terkait memunculkan normalisasi politik dan keamanan di Aceh," kata Muhammad.
Dia melihat, tingkat sensitifitas keamanan di Aceh tidak berdiri sendiri. Dia menilai, kondisi di Aceh sangat tidak sama dengan daerah lain di Indonesia.
Untuk itu, dia menegaskan, bagaimana upaya mewujudkan pemerintahan yang baik di provinsi itu. Sebagai upaya mewujudkan itu, dia menambahkan, dibutuhkan langkah mengawal dan menjalankan pemerintahan di Aceh.
"Karena Aceh sebuah kawasan pasca perang, kita membutuhkan kondisi politik dan keamanan. Pelaksanaan pemerintah di Aceh karena pasca damai pertimbangan terkait politik dan paling utama masalah keamanan, karena Aceh adalah daerah pasca konflik," tambahnya.
Seperti telah diberitakan sebelumnya, Irwandi Yusuf didakwa menerima suap Rp 1,050 miliar melalui staf khususnya Hendri Yusal dan kontraktor Teuku Saiful Bahri dari Bupati nonaktif Bener Meriah Ahmadi.
Ahmadi memberikan uang secara bertahap agar kontraktor rekanan Ahmadi dari Bener meriah bisa mendapatkan proyek pembangunan di Bener Meriah yang bersumber dari Dana Otonomi Khusus Aceh TA 2018.
Tidak hanya itu, Irwandi juga didakwa menerima gratifikasi total Rp 8,7 miliar dari rekanan proyek maupun timses yang akan mengikuti paket pekerjaan pengadaan barang dan jasa di lingkungan Pemprov Aceh.
Bahkan gratifikasi juga diterima Irwandi melalui mantan model Steffy Burase dari Teuku Fadhilatul Amri setelah mendapat perintah transfer dari Teuku Saiful Bahri.
Terakhir Irwandi yang menjabat sebagai Gubernur Aceh periode 2007-2012 juga didakwa turut serta melakukan dengan orang kepercayaannya, Izil Azhar menerima gratifikasi Rp 32,4 miliar.
Sehingga total keseluruhan suap dan gratifikasi yang diterima Irwandi yakni Rp 42,22 miliar