Petani Tembakau Tuntut Kebijakan Disparitas Cukai Rokok
”Usulan penggabungan segmen SKM dan SPM itu jelas kurang tepat. Sebab, hal itu justru akan memicu persaingan yang tidak sehat," katanya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Petani tembakau yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tembakau Indonesia (APTI) mendesak anggota Komisi XI DPR RI untuk mendorong pemberlakuan kebijakan disparitas cukai.
Kebijakan disparitas yang dimaksud yakni mengenakan cukai lebih tinggi kepada rokok non-berbahan baku lokal (Sigaret Putih Mesin/SPM) dibandingkan cukai untuk rokok kretek (Sigaret Kretek Mesin/SKM).
Baca: DPR Sebut Kebijakan Terkait Cukai Rokok Ditunda Sampai Tahun Politik Berakhir
Desakan itu respons terhadap usulan sejumlah anggota Komisi XI DPR RI, yang menghendaki dilakukannya penggabungan volume produksi SKM dan SPM.
”Usulan penggabungan segmen SKM dan SPM itu jelas kurang tepat. Sebab, hal itu justru akan memicu persaingan yang tidak sehat pada ekosistem industri hasil tembakau di Indonesia,” kata Ketua Umum Dewan Pimpinan Nasional APTI Agus Parmuji, dalam keterangan persnya.
Penolakan APTI terhadap usulan Komisi XI DPR RI utamanya didasarkan pada perbedaan generik biologis SPM dan SKM. Sehingga, kebijakan terhadap kedua produk tembakau tersebut tidak dapat disatukan.
Agus bahkan meyakini, usulan yang didesakkan oleh politisi Senayan tersebut akan melibas produksi hasil pertanian tembakau nasional.
”Sebab, produksi SKM yang merupakan penyerap bahan baku tembakau nasional tidak akan mampu bersaing di pasaran dengan SPM yang sudah memiliki brand nasional,” tegasnya.
Seperti diwartakan, awal Februari lalu, beberapa anggota Komisi XI DPR RI kencang menyuarakan desakan kepada pemerintah untuk menggabungkan volume produksi SKM dan SPM pada 2019 ini.
Mereka berpendapat, penggabungan kedua segmen tersebut akan menghindarkan negara dari kebocoran penerimaan cukai.
Anggota Komisi XI dari Fraksi PDI Perjuangan, Indah Kurnia, misalnya, menyebut penggabungan SKM dan SPM akan memaksimalkan penerimaan negara dari cukai.
Penggabungan ini juga akan menghentikan praktik penghindaran pajak pabrikan rokok asing besar, yang saat ini masih menikmati tarif cukai murah.
”Jika hal ini dilakukan, maka kebijakan tersebut juga akan melindungi pabrikan rokok kecil dari persaingan harga dengan pabrikan asing besar,” kata Indah.
Hal senada disampaikan anggota DPR dari Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Amir Uskara. Kata dia, penggabungan SKM dan SPM harus tetap direalisasikan.
Ia tidak ingin pabrikan besar asing terus menikmati tarif cukai yang murah. ”Penundaan penggabungan justru akan menyulitkan pabrikan rokok kecil,” jelas Amir.