Petani Tembakau Tuntut Kebijakan Disparitas Cukai Rokok
”Usulan penggabungan segmen SKM dan SPM itu jelas kurang tepat. Sebab, hal itu justru akan memicu persaingan yang tidak sehat," katanya
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Merespons hal itu, Agus Parmuji meminta para anggota Dewan untuk tidak melihat dari sisi pemasukan negara saja.
Mereka juga harus melihat dari sisi lain, yakni terkait penyelamatan industri nasional dari hulu sampai hilir. Dari industri kretek sampai ke petani tembakau nasional.
”Bahkan, sampai ke pedagang asongan yang ikut merasakan dampak positif dari penjualan eceran rokok kretek,” ujarnya.
Menurut Agus, kebijakan disparitas cukai merupakan langkah mulia jika ingin mengamankan pemasukan negara, sekaligus tetap menyelamatkan petani tembakau.
”Itu langkah konkret yang kami tunggu sebagai bukti keberpihakan politisi terhadap petani tembakau nasional.
Petani harus menantang, berani tidak politisi dari dapil pertembakauan se-Indonesia mendorong pemerintah untuk segera menerapkan kebijakan disparitas cukai,” tegasnya.
Agus Parmuji menambahkan, keberpihakan pemerintah dan DPR terhadap petani tembakau dan buruh industri hasil tembakau sangat penting.
Sebab, tarif cukai rokok menyangkut keberlangsungan hidup sektor pertembakauan. Karenanya, APTI mengimbau semua petani tembakau Indonesia untuk bergotong royong menyelamatkan Senayan (DPR RI) dari kebijakan-kebijakan yang tidak memihak petani tembakau.
Baca: Petani Tembakau Keluhkan Tata Kelola Pertanian
”Secara khusus, APTI menginstruksikan seluruh petani tembakau untuk memilih calon wakil rakyat yang memiliki komitmen memperjuangkan hak-hak petani tembakau. Pilih caleg yang berani membentengi dan menyelamatkan tembakau dari berbagai ancaman,” tegas Agus.
Sebagai ilustrasi, petani tembakau di Indonesia saat ini tersebar di 15 provinsi. Populasi terbesar berada di Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB dan Jawa Barat, dengan jumlah petani dan buruh tani sekitar 3,2 juta.