Panglima TNI Sebut Tiga Kementerian Tambahan yang Akan Ditempati Perwira Aktif
Tiga kementerian atau lembaga tersebut yakni Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kantor Staf Presiden, dan Badan Keamanan Laut.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dalam sambutannya yang dibacakan Inspektur Jenderal TNI Letjen TNI Muhammad Herindra mengatakan ada tiga kementerian atau lembaga tambahan yang bisa ditempati perwira aktif TNI melalui revisi Undang-Undang nomor 34 tahun 2004 pasal 47 ayat 2.
Tiga kementerian atau lembaga tersebut yakni Kementerian Koordinator Kemaritiman, Kantor Staf Presiden, dan Badan Keamanan Laut.
Hal itu disampaikan Hadi dalam sambutannya yang dibacakan Herindra pada acara Silaturahmi dan Minum Kopi Bersama Komunitas Perwira Hukum TNI di lingkungan Kementerian, Mahkamah Agung, dan Mabes TNI di Aula Gatot Subroto, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur pada Selasa (5/3/2019).
"Saat ini Undang-Undang tersebut masih dalam proses revisi dengan menambahkan beberapa kementerian antara lain, Kemenkomaritim, Kantor Staf Kepresidenan, dan Badan Keamanan Laut," kata Hadi.
Baca: Revisi UU TNI Dikhawatirkan Akan Jadi Bola Liar Jika Sampai di Tingkat DPR
Deputi Direktur Riset Lembaga Studi dan Advokasi Masyarakat (Elsam) Wahyudi Djafar menilai pernyataan Hadi bukanlah jaminan.
Ia mengatakan, jika pembahasa revisi UU TNI tersebut sudah sampai di tingkat DPR RI maka masyarakat sipil tidak akan punya kontrol terhadap prosesnya.
Hal itu disampaikannya usai menghadiri pernyataan sikap Koalisi Masyarakat Sipil terkait Robertus Robet di kantor YLBHI, Menteng Jakarta Pusat pada Kamis (7/3/2019).
"Di DPR kan kita tidak ada kontrol prosesnya, perdebatannya, apakah betul semata-mata batasannya hanya pasa topik yang terkait dengan penambahan jumlah kementerian atau malah dibuka ruang-ruang yang lain. Itu tidak ada jaminan," kata Wahyudi.
Ia menilai, saat ini bukanlah waktu yang tepat untuk memaksakan revisi UU TNI tersrbut mengingat elemen masyarakat, DPR, dan pemerintah akan disibukan dengan situasi politik menjelang pemilu sampai pasca pemilihan presiden pada Oktober 2019 nanti.
Sehingga, dikhawatirkan kontrol terhadap hal-hal yang akan direvisi dalam UU tersebut akan longgar.
"Apalagi dengan situasi politik menjelang pemilu dan nanti pasca pemilihan presiden sampai dengan nanti Oktober itu kan waktunya cukup panjang waktunya dan dengan situasi politik sekarang sepertinya kurang baik untuk dipaksakan revisi Undang-Undang TNI," kata Wahyudi.