Kelompok Swing Voters Masih Tinggi, Dikhawatirkan Golput Meningkat
Terutama di survei Polmark yang baru saja dirilis pekan lalu, dimana swing voters untuk Pilpres 2019 masih berkisar di angka 48 persen
Editor: Hendra Gunawan
TRIBUNNEWS.COM, SURABAYA - Masih tingginya angka swing voters untuk Pemilu 2019 turut menjadi perhatian pengamat dan pakar komunikasi politik Universitas Airlangga, Suko Widodo.
Terutama di survei Polmark yang baru saja dirilis pekan lalu, dimana swing voters untuk Pilpres 2019 masih berkisar di angka 48 persen, hampir menyentuh angka 50 persen.
Padahal kampanye sendiri sudah dilangsungkan sejak bulan September dan kurang dari 50 hari lagi sudah coblosan.
Baca: Pesan Bamsoet untuk Frederika Alexis Cull, Putri Indonesia 2019: Kita Punya Pancasila
Suko Widodo mengatakan, ada banyak faktor yang membuat survei swing voters bisa masih tinggi.
Yang pertama karena banyak orang yang tidak terlalu tertarik dengan politik.
Politik masih dianggap sebagai hal yang negatif sehingga doktrin alergi politik masih menjangkit banyak masyarakat.
Tidak hanya itu, faktor yang juga menurutnya menjadi pengaruh adalah pelaksanaan pemilu legislatif yang saat ini bersamaan dengan pemilu presiden.
Yang membuat politisi masih sibuk mengurusi elektabilitas diri sendiri.
Pengurus partai tingkat bawah lebih memilih untuk mengkampanyekan partai untuk meningkatkan kursi di legislatif.
"Ada tiga kemungkinan bagi swing voters. Yang pertama dia akan tetap ke pilihan utamanya, kedua dia akan berpindah, atau ketiga dia akan jadi golongan putih alias tidak menyalurkan hak pilih di 17 April nanti," kata Suko, Sabtu (9/3/2019).
Menurutnya, pemilu yang menjadikan satu pemilihan presiden dan pemilihan legislatif ini memang baru kali pertama.
Sehingga harus menjadi perhatian pemerintah untuk dijadikan bahan evaluasi.
"Tujuan pileg dijadikan satu dengan pilpres, adalah untuk efiseinsi. Namun yang perlu jadi catatan, apakah efisiensi ini efektif untuk bangunan demokrasi bangsa kita," kata Suko.
Sebab ia khawatir dengan banyaknya kompetisi seperti ini masyarakat menjadi tidak fokus dan sehingga dampaknya merambah ke banyak sektor.
Mulai swing voters masih tinggi, undecided voters, atau nanti yang dikhawatirkan adalah partisipasi pemilih menjadi turun drastis.
"Yang harus jadi pertimbangan tetap juga efektif nggak sistem ini terhadap demokrasi. Saat kompetisinya banyak, pemilih disodori dengan informasi yang begitu banyak, ini yang membuat orang jadi ragu, atau belum mantap, atau bahkan memutuskan apatis," tandas Suko.
Menurutnya dinamika politik yang banyak menyebarkan hoax dan juga kampanye negatif menjadi pengaruh pada pemilih untuk memilih apatis ataupun ber stigma negatif pada proses politik itu sendiri.
"Black campaign itu menjadi salah satunya faktor. Kampanye itu harus efektif tidak perlu dengan ada black campaign ataupun penyebaran hoax. Saking banyaknya informasi yang diterima akhirnya tidak memenuhi kebutuhan substantif informasi pemilih terkait proses politik itu sendiri baik Pilpres maupun Pileg," tandas Suko. (Fatimatuz Zahro)
Artikel ini telah tayang di surya.co.id dengan judul Swing Voters Masih Tinggi, Ini Kata Pakar Komunikasi Politik Unair Suko Widodo,
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.