Penyebaran Hoaks Jelang Pemilu Buat Pemilih Pemula Apatis
Dalam laporan “Digital Around The World 2019”, terungkap dari total 268,2 juta penduduk Indonesia, 150 juta diantaranya telah menggunakan media sosial
Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Rachmat Hidayat
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA–Selama penyelenggaraan pemilihan umum (Pemilu) 2019, penyebaran informasi tidak benar atau hoaks meramaikan dunia maya di Indonesia. Maraknya hoaks akan berdampak negatif terhadap animo pemilih untuk menggunakan hak pilih di pesta demokrasi rakyat tersebut.
Dalam laporan “Digital Around The World 2019”, terungkap dari total 268,2 juta penduduk Indonesia, 150 juta diantaranya telah menggunakan media sosial. Dengan demikian, angka penetrasinya sekitar 56 persen. Ini merupakan hasil riset yang diterbitkan 31 Januari 2019, lalu, itu memiliki durasi penelitian dari Januari 2018 hingga Januari 2019.
Mengingat jumlah pengguna internet di Indonesia sangat banyak, maka pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika telah berupaya memberikan edukasi kepada pengguna internet.
Namun, upaya pemberian edukasi itu tidak mampu menahan derasnya arus informasi hoaks di internet.
Baca: Dedi Mulyadi Ajak Warga Melawan Hoaks yang Hantam Jokowi, Harus Pakai Bahasa Jakarta
Menteri Komunikasi dan Informatika, Rudi Antara, melalui Donny Budi Utoyo, selaku Tenaga Ahli Menteri Bidang Literasi Digital dan Tata Kelola Internet Kementerian Komunikasi dan Informatika mengungkapkan mengenai penyebaran hoaks pada saat tahapan Pemilu 2019, dampak penyebaran hoaks dan upaya pemerintah menanggulangi hoaks.
Berikut petikan wawancara dengan Donny Budi Utoyo:
Internet mempunyai dampak positif dan negatif. Pada tahun politik ini bapak melihat seperti apa penyebaran arus informasi di internet?
Kalau dilihat sekarang, kita punya 150 juta pengguna internet di Indonesia. 60 persen generasi millenial. Millenial dari usia 18-35 tahun. 17 persen dari pengguna internet di Indonesia ada anak-anak yang usia 13-18 tahun. Dan mereka itu akan sebagai pemilih pertama atau yang kedua, pemilih pemula atau pemilih muda di April nanti.
Kalau 60 persen dari 150 juta itu kan 60-70 juta, kami tidak ingin 60-70 pemilih pemula atau anak-anak ini memilih atau tidak memilih karena informasi hoaks.
Baca: Senam Bareng Srikandi, Jokowi Minta Relawannya Lawan Hoaks
Bayangkan nanti di April 2019 ini akan ada pemilih-pemilih muda yang usianya 18-35 tahun. Kalau yang pemula berarti sekitar 50 persen dari pengguna internet.
Kalau pengguna internet 150 juta, berarti 50 persen ada 75 juta. Ada 70-an juta pengguna internet di Indonesia yang akan memilih yang akan terpapar informasi di internet pada saat mereka menentukan pilihan.
Kami mendampingi mereka. Sebenarnya informasi yang positif, negatif itu campur aduk. Yang perlu dikedepankan critical thinking dari anak-anak Generasi Millenial. Bicara tentang critical thinking atau kemampuan berpikir kritis dari anak-anak ini yang tentu saja bicara literasi digital.
Bagaimana fenomena penyebaran informasi hoaks atau tidak benar di Indonesia?
Di sini kita bicara secara umum fenomena disinformasi atau ujaran kebencian ini tidak hanya terjadi di Indonesia, tetapi juga ini fenonema yang sifatnya global. Indonesia sifatnya menjadi demikian terasa sekali dampak, karena pertumbuhan internet besar.
Dari sisi jumlah mereka yang memegang sosial media tentu saja cukup besar. Sehingga, pada saat ini secara masif mereka menggunakan media sosial untuk hal-hal yang anggaplah yang tidak sesuai dengan etika sesuai norma atau tidak sesuai regulasi pada umumnya tentu ini impact akan besar juga, karena basis masa juga sudah besar.