Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Akan Disahkan, Aktifis 98 : Jokowi Ingin Tuntaskan Kasus HAM

Parlemen saat ini tengah menggodok pembentukan Undang-undang KKR karena sudah masuk dalam program legislasi nasional.

Editor: Hendra Gunawan
zoom-in UU Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi Akan Disahkan, Aktifis 98 : Jokowi Ingin Tuntaskan Kasus HAM
Tribun Jabar/Mega Nugraha
Aktivis 98 

Laporan Wartawan Tribun Jabar, Mega Nugraha Sukarna

TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG-Sejumlah aktivis 1998 masih mempercayai Joko Widodo untuk memimpin Indonesia selama lima tahun ke depan ketimbang Prabowo Subianto yang tidak pernah bisa dipisahkan dari fakta kasus pelanggaran HAM berat pada sejumlah peristiwa di 1998.

Di lain pihak, kepemimpinan Joko Widodo selama periode pertama, baru mewacanakan rekonsiliasi untuk penuntasan kasus pelanggaran HAM berat di masa lalu. Itupun ditentang sebagian pihak sehingga upaya penuntasan kasus di masa lalu kembali mandek.

"Kami tegas. Tidak akan pernah lupa dengan tragedi 98. Kami meragukan komitmen pemerintah dalam menegakkan hukum jika Prabowo terpilih sebagai presiden," kata Raphael Situmorang, Presidium Perhimpunan Nasional Aktifis 1998 di Jalan Jakarta Kota Bandung, Kamis (14/3).

Pada kasus 1998, penyelidikan Komnas HAM menyebut ada pelanggaran HAM berat pada 1998. Meliputi kasus orang hilang pada 1997 /1998, kerusuhan Mei 1998, Kasus Trisakti dan Kasus Semanggi I dan II.

"Prabowo terbukti dipecat dari dinas militer berdasarkan Dewan Kehormatan Perwira karena terbukti melakukan pelanggaran terhadap penculikan orang pada 1998," ujar Raphael.

Hasil penyelidikan Komnas HAM itu sudah ‎ dilimpahkan ke Kejaksaan Agung selaku penyidik. Namun, hingga kini, berkas tersebut mandeg di Kejaksaan Agung.

BERITA TERKAIT

Menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2000 tentang Pengadilan HAM, pelanggaran HAM berat meliputi kejahatan genosida dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Setiap pelanggaran HAM berat yang terjadi sebelum Undang-undang Pengadilan HAM dibentuk, menurut Pasal 43 ayat 1 undang‎-undang itu, diadili di Pengadilan HAM Adhoc.

Ayat 2-nya, pengadilan HAM Adhoc dibentuk atas usul DPR. Tragedi 1998 terjadi sebelum tahun 2000 atau sebelum berlakunya Undang-undang Pengadilan HAM.

Pengecualian lain, penanganan kasus pelanggaran HAM berat sebelum tahun 2000, di Pasal 47 ayat 1 Undang-undang Pengadilan HAM, memungkinkan ditangani Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR). KKR dibentuk lewat Undang-undang Nomor 27 Tahun 2004 tentang KKR.

Hanya saja, Undang-undang KKR dibatalkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK) lewat putusan nomor 006/PUU/IV/2006 dan merekomendasikan undang-undang yang baru. Setelah putusan MK‎ itu, penuntasan kasus HAM masa lalu terlunta-lunta.

"Di masa sekarang, Jokowi sudah berupaya menuntaskan kasus HAM di masa lalu salah satunya lewat rekonsiliasi melibatkan aktivis, korban dan pihak keluarga korban maupun pelaku untuk sama-sama mengakui, meminta maaf dan berdamai dengan masa lalu," ujar dia.

Di situs resmi DPR RI, parlemen saat ini tengah menggodok pembentukan Undang-undang KKR karena sudah masuk dalam program legislasi nasional.

UU itu diusulkan oleh pemerintah pada 2 Februari 2015 dan saat ini, pembahasanya sudah sampai ke tahap pembicaraan tingkat dua, yakni pengambilan keputusan rancangan undang-undang menjadi undang-undang oleh rapat paripurna.

‎"Nah kan, fakta pemerintahan Joko Widodo ini konsen untuk menuntaskan kasus HAM masa lalu. Undang-undang KKR sebentar lagi disahkan. Jika Indonesia tidak sama Prabowo, kasus masa lalu tidak akan tuntas," ujar dia.

Pada kesempatan tersebut, tampak aktifis 1998 diantaranya Anton Sulthon. Ia menegaskan, pihaknya menolak presiden Indonesia merupakan tuan tanah. ‎Kata dia, pemimpin Indonesia bukanlah dari segelintir orang yang menguasai lahan untuk kepentingan sendiri di tengah kemiskinan jutaan orang lainnya.

"Tuan-tuan tanah, yang mengkooptasi lahan negara dan menguasainya untuk kepentingan pribadi tidaklah layak menjadi pemimpin di negeri. Kami yakin, ketika seorang tuan tanah dibiarkan menjadi pemimpin di Republik Indonesia, maka ketamakan dan kehausannya akan harta dan kekuasaan akan semakin merajalela," ujar dia.

Sumber: Tribun Jabar
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas