Apel Kebangsaan Kita Merah Putih: Jangan Rusak Ikatan Kebangsaan
Sejumlah tokoh penting nasional memberikan orasi kebangsaan dalam acara Apel Kebangsaan “Kita Merah Putih” di Lapangan Pancasila Simpang Lima, Semaran
Editor: Content Writer
Sejumlah tokoh penting nasional memberikan orasi kebangsaan dalam acara Apel Kebangsaan “Kita Merah Putih” di Lapangan Pancasila Simpang Lima, Semarang, Minggu (17/3). Selain orasi, acara juga dilengkapi doa dan selawat bersama.
Ribuan masyarakat dari seluruh Jawa Tengah dan sekitarnya tumpah ruah di lokasi tersebut. Sambil berdiri dan duduk lesehan, mereka dengan khidmat mengikuti kegiatan yang bertujuan untuk mempersatukan bangsa itu.
Sejumlah tokoh nasional yang hadir memberikan orasinya adalah Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo, KH. Maimun Zubair, Habib Luthfi, Gus Muwafiq, KH Munif Zuhri, Prof Mahfud MD, KH Ahmad Daroji.
Uskup Rubiatmoko (Keuskupan Agung Semarang), Pendeta Eka Laksa (PGI), Nyoman Suraharta (PHDI), Go Boen Tjien (Matakin) dan Pujianto (Walubi).
Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Prof Mahfud MD mengatakan, kegiatan Apel Kebangsaan ini sangat bagus. Menurutnya, bagaimanapun dan apapun caranya, semua harus dilakukan untuk menjaga persatuan dan kesatuan bangsa.
"Pemilu sekalipun, itu koridornya jangan merusak ikatan bangsa. Anda boleh milih siapapun, tapi satu hal, jangan rusak ikatan kebangsaan. Rugi semua nanti," tegasnya.
Upaya menjaga keutuhan NKRI, lanjut dia, sangat penting. Semua langkah dan upaya bisa dilakukan, bisa seperti yang dilakukan Pemprov Jateng saat ini, yakni dengan Apel Kebangsaan, sewatan, mujahadah dan doa bersama.
"Semua harus dilakukan, agar bangsa ini selamat. Tidak ada dalil apapun yang membantah bahwa menjaga kebangsaan itu penting baik menurut konstitusi maupun secara agama. Maka dari itu, menjaga NKRI, UUD 45, Pancasila dan Merah Putih itu penting. Titik!" tegasnya.
Habib Luthfi bin Yahya dalam orasinya mengatakan, Indonesia harus bangga memiliki Merah Putih. Karena di dalamnya, memiliki tiga hal, yakni sebagai kehormatan bangsa, harga diri bangsa dan jatidiri bangsa.
"Dari dulu, merah putih tidak akan berubah meski dilekang oleh zaman. Kalau sudah kumpul seperti ini dan berkomitmen untuk menjaga NKRI, menjaga Pancasila, menjaga Merah Putih, maka Indonesia akan tetap jaya," paparnya.
Selain Prof Mahfud MD dan Habib Luthfi, sejumlah tokoh nasional lain juga menyampaikan orasi kebangsaan. Diantaranya KH Maimoen Zubair, Gus Muwafiq dan Gubernur Jateng, Ganjar Pranowo.
Dalam orasinya, Ganjar mengatakan jika Apel Kebangsaan ini diikuti oleh seluruh elemen masyarakat. Tidak memandang suku, agama, ras bahkan pilihan politik, semua berbaur jadi satu untuk Merah Putih.
"Hari ini komplit, ini ada TNI, Polri, Kajati, Ketua DPRD, Wagub dan juga tokoh nasional serta para ulama. Saya minta segenap rakyat Indonesia, segala golongan, semua harus bersatu padu bulat, berdiri di belakang pemimpin," ujarnya.
"Janganlah menjadi kacau, bekerja tak tentu arah, hanya tuduh menuduh dan menyalahkan orang lain," kata Ganjar.
Apa yang disampaikan Ganjar tersebut adalah pidato pertama Bung Karno saat dilantik menjadi presiden. Dalam pidato pertama itu, Soekarno sudah mengingatkan, bahwa yang menjadi ancaman bagi Indonesia adalah dari bangsa Indonesia sendiri.
"Lihatlah bangsa kita saat ini, fitnah merajalela, hoaks, maki-memaki, saling menyerang bertengkar antar kawan bahkan saudara sedarah. Apakah fitnah dan hoaks yang mengoyak ini akan kita biarkan? Apakah sikap intoleran akan kita biarkan? apakah rasa permusuhan yang merusak sendi berbangsa akan dibiarkan? Pasti semua berkata tidak. Mari kita berdiri untuk menjaga NKRI," tegasnya.
Selain selawatan, orasi kebangsaan dan doa bersama, Apel Kebangsaan juga diisi dengan ikrar bersama menjaga NKRI. Acara ditutup dengan penyerahan secara simbolis Bendera Merah Putih oleh para tokoh nasional kepada generasi penerus. Serta makan bersama brokohan nasi Kebuli.
Tepuk tangan riuh menggema usai pembacaan Pancasila di Apel Kebangsaan Kita Merah Putih di Lapangan Pancasila Simpang Lima Semarang. Pembacaan itu dibawakan oleh Muhammad Hilal Fadlullah (20) penyandang disabilitas asal Kota Semarang.
Sebelum orasi dari para tokoh itu, acara diawali dengan menyanyikan lagu kebangsaan “Indonesia Raya” dan dilanjutkan dengan pembacaan teks Pancasila. Yang didapuk membacakan adalah Hilal yang naik ke atas panggung dengan menggunakan kursi roda.
Melihat standing applause atau tepuk tangan yang gemuruh tersebut, Hilal merasa sangat terharu. Dia yang semula merasa grogi, justru merasa bangga.
"Tidak merasa diistimewakan tapi merasa sangat menyatu dengan saudara yang lain. Walaupun kita berbeda-beda suku, adat, agama dan keadaan, yang disabilitas maupun yang tidak harus bersatu bahwa kita Indonesia satu Tanah Air," ungkapnya. (*)