Demokrasi Terancam Jika Teror dan Intimidasi Dibiarkan Dalam Pemilu
Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Soleman B Ponto mengatakan teror dan intimidasi terkait pesta demokrasi terlihat nyata.
Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Adi Suhendi
Laporan wartawan Tribunnews.com, Fransiskus Adhiyuda
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Kepala Badan Intelijen Strategis (BAIS), Soleman B Ponto mengatakan teror dan intimidasi terkait pesta demokrasi terlihat nyata.
Tebaran ancaman teror dan intimidasi tersebut tidak hanya tersebar di dunia maya.
Berbagai peristiwa teror dan intimidasi terjadi juga di dunia nyata.
Ancaman teror dan intimidasi politik yang bertujuan untuk mengacaukan Pemilu Serentak 17 April 2019 menurutnya tidak bisa dibiarkan.
Baca: Hidayat Nur Wahid: Tidak Mungkin HTI Terlibat Kampanye Pemilu
Untuk itu, semua pihak harus melawannya karena bisa mengancam terhadap masa depan demokrasi dan peradaban kemanusiaan.
"Ada di media sosial instagram, di group whats up. Itu banyak sekali," ujar Soleman dalam diskusi yang digelar Komunitas Kita Tidak Takut (KTT) di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Senin (25/3/2019).
Menurut Soleman, pesan yang disampaikan pembuat teror adalah untuk menakut-nakuti masyarakat agar tidak datang ke Tempat Pemungutan Suara (TPS).
"Pesan yang saya baca agar rakyat takut datang ke TPS karena diisukan kalau datang ke TPS akan terjadi keributan. Harapan peneror itu memang begitu, membuat orang takut. Tapi kita jangan takut. Intimidasi dan teror membuat kualitas Pemilu tidak baik," katanya.
Baca: Begini Suasana Kos-kosan di Depok, Tempat Sejumlah ABG Digerebek Sedang Berbuat Mesum
Hal yang sama juga disampaikan Direktur Indonesia Public Institute (IPI) Karyono Wibowo.
Ada beberapa model teror dan intimidasi dalam Pemilu Serentak.
Mulai dari yang halus hingga yang paling keras atau ekstrim.
"Paling halus misalnya dalam bentuk spanduk, isi kalimatnya mengancam minoritas atau masyarakat akar rumput. Dengan narasi berbau intimidasi. Ini bertaburan di daerah," katanya.
Menurut Karyono, intimidasi paling ekstrim pun bisa terjadi dalam Pilpres, misalnya menciptakan peristiwa yang destruktif seperti melakukan perusakan dan pembakaran hingga ledakan.
Menurut dia, hal semacam ini bisa menjadi bagian dari strategi pemenangan pemilu untuk menciptakan ketakutan dan kecemasan.