Wawancara Tribunnews dengan Ketua Bawaslu: Soal Pelibatan Anak pada Kampanye hingga Kasus Menteri
Ada anggapan kepada Bawaslu bahwa Bawaslu hanya memperhatikan keluhan dari paslon petahana, benarkah demikian?
Penulis: Reza Deni
Editor: Malvyandie Haryadi
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemilu 2019 tinggal menyisakan tak lebih dari 30 hari. Bawaslu RI selaku salah satu penyelenggara Pemilu 2019 yang bertugas mengawasi, menjadi pusat perhatian publik, selain juga KPU.
Apalagi tepat pada Minggu (24/3) kampanye terbuka bagi seluruh peserta terbuka resmi diumumkan hingga tanggal 13 April 2019, atau empat hari jelang pencoblosan.
Terkini, Bawaslu tengah dihadapi oleh maraknga tagar #INAelectionObserverSOS di media sosial.Seperti diketahui, tagar tersebut digaungkan oleh warganet untuk mengikutsertakan lembaga pengawas asing dalam memantau proses pemilu, dalam hal ini Pilpres, hingga 17 April 2019, bahkan hingga perhitungan suara tiba.
Tak hanya soal lembaga pemantau asing, Ketua Bawaslu RI, Abhan juga memberikan pandangannya dan catatan soal pelanggaran kampanye, serta bagaimana Abhan menegaskan bahwa Bawaslu tidak berada di salah satu pihak dalam kontestasi politik tahun ini.
Berikut petikan wawancara Tribun dengan Ketua Bawaslu RI, Abhan:
Tribun: Ini sudah memasuki hari ketiga kampanye terbuka, pengamatan Anda dalam 3 hari ini soal berjalannya kampanye terbuka bagaimana?
Abhan: Saya kira masih wajar dan semoga enggak terlalu banyak pelanggaran yang substantif. Ada beberapa kejadian di Makassar, dan ini sedang ditindaklanjuti oleh kawan-kawan di sana soal kampanye salah satu paslon tertentu, kemudian ada partai yang bukan pendukungnya berada di situ.
Tribun: Sebenarnya bagaimana cara efektif Bawaslu dalam pengawasan kampanye terbuka bagaimana?
Abhan: Kami punya jajaran dari pusat hingga tingkat daerah. Kami pastikan jajaran pengawasan di daerah karena zona itu sangat luas. Misal zona A ada Sumatera. Hari ini misalnya di mana, tetap dari provinsi sampai kecamatan, sampai desa tetap dilakukan pengawasan.
Baca: Pendeta Perempuan Muda Melindawati Zidemi Tewas, 'Anak Itu Bilang, Tante Aku Diculik'
Tribun: Kalau pengawasan door to door untuk mencegah black campaign atau money politic seperti apa?
Abhan: Memang kami kan butuh partisipasi masyarakat, tidak semua karena jumlah kami kan terbatas, sementara kegiatan juga banyak. Inilah pentingnya partisipasi masyarakat untuk turun semua ke bawah.
Tribun: Soal mekanisme penanganan pelanggaran pemilu, untuk sekarang ini berbeda tidak dengan sebelumnya, dalam hal kampanye terbuka ini?
Abhan: Sama saja, hanya ini kan soal waktu masa kampanye rapat umum ini 21 hari, kemudian kampanye yang bentuk lainnya sudah dimulai 23 September 2018 sampai 13 April 2019. Yang membedakan waktu saja.
Tribun: Waktunya penanganannya sampai berapa lama?
Abhan: Sama penanganannya. Kami di Bawaslu punya waktu 14 hari, 7+7 untuk menentukan apakah laporan atau temuan ini memenuhi kualifikasi pelanggaran kampanye atau tidak.
Baca: Pendeta Perempuan Muda Diduga Diperkosa Lalu Dibunuh, Satu Pelajar Selamat
Tribun: Anggota Bawaslu, Edward Fritz Siregar, pada hari pertama mengatakan ada catatan pelanggaran, dan di sana disebutkan ada keterlibatan anak-anak dalam pelaksanaan kampanye terbuka. Sebenarnya bagaimana Anda menilai soal dugaan pelibatan anak-anak ini?
Abhan: Keterlibatan anak-anak di dalam kampanye harus dilihat case by case atau kasuistis. Kalau misalnya ada seorang ibu ikut kampanye dan anak kecil di rumah tidak ada yang momong dan kemudian ikut digendong, itu saya kira belum bisa dipastikan pemahaman melibatkan anak-anak.
Jadi melibatkan anak-anak dalam kampanye ya si anak diajak secara aktif, diajak naik ke panggung dan di panggung si anak bernyanyi meneriakkan yel-yel peserta pemilu tertentu
Tribun: Bagaimana dengan anak-anak yang dikasih baju partai atau paslon tertentu?
Abhan: Makanya saya bilang kami melihat ini case by case. Ketika memakaikan baju itu apakah yang memakaikan pelaksananya, atau yang dikasih bajunya itu ibunya atau bapaknya, dan anaknya senang terus dipakai baju itu. Namun, tentu kami berharap anak-anak ini dalam masa-masa bermain, jangan dilibatkan dalam kontestasi politik, jangan dipakai dalam politik praktis terutama saat kampanye.
Tribun: Sebelum memasuki kampanye terbuka, ramai tagar di media sosial INA Eelection Observer SOS, itu bagaimana? Apakah Itu termasuk upaya deligitimasi kepada penyelenggara pemilu?
Abhan: Bukan. Kenapa? Karena kita setiap pemilu ada pengamat asing, dan yang terdaftar di Bawaslu dan terakreditasi ada tiga. Kewenangan akreditasi pemantau asing sekarang ada di Bawaslu.
Tribun: Selain Bawaslu?
Abhan: Dulu di Pilkada ada di KPU, tetapi di Pemilu 2019 menjadi kewenangan Bawaslu. Dan kami sudah mengakreditasi sekitar 37 pemantau, 3 di antaranya pemantau asing.
Tribun: Ada anggapan kepada Bawaslu bahwa Bawaslu hanya memperhatikan keluhan dari paslon petahana, benarkah demikian?
Abhan: Lah ini buktinya ada kasus salah satu menteri saja kami tindak lanjuti. Keputusan kami kepada menteri terkait yakni mengingatkan agar ke depan kalau mau kampanye harus ada izin cuti dari atasannya.
Tribun: Jadi dari contoh kasus itu, membuktikan bahwa Bawaslu bertindak tanpa pandang bulu?
Abhan: Yang penting ketika itu ada buktinya, alat buktinya kuat, dan dari sana itu terbukti melanggar, maka kami akan tegakkan aturan. Kami siap berada di tengah.(Tribunnews/Reza Deni)
Kirim Komentar
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.