Bawaslu dan KPU Kompak Dorong MK Prioritaskan Uji Materiil soal Aturan Hitung Cepat
"Kami meminta prioritas sidangnya termasuk empat pasal yang dimintakan JR karena tidak bisa dieksekusi kalau melampaui waktunya," ujar Arief
Penulis: Danang Triatmojo
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
Laporan wartawan tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dua lembaga penyelenggara Pemilu, KPU RI dan Bawaslu RI meminta Mahkamah Konstitusi (MK) segera percepat putusan uji meteriil atau Judicial Review (JR) soal larangan publikasi hitung cepat.
Hasil hitung cepat Pemilu 2019, dilarang tayang sebelum pukul 15.00 WIB alias 2 jam setelah pemungutan suara ditutup untuk waktu wilayah barat.
Baca: Respon KPU Terkait Fatwa Haram Golput
Ketua KPU RI Arief Budiman meminta MK memprioritaskan JR terkait aturan penayangan quick count tersebut agar hasil keputusannya bisa dirilis sebelum hari pemungutan suara tanggal 17 April 2019.
"Kami meminta prioritas sidangnya termasuk empat pasal yang dimintakan JR karena tidak bisa dieksekusi kalau melampaui waktunya," ujar Arief Budiman di Gedung Dewan Pers, Jakarta Pusat, Rabu (27/3/2019).
Sementara itu, Anggota Bawaslu RI Rahmat Bagja menjelaskan kecepatan MK memutuskan soal aturan hitung cepat juga berdampak pada penindakan terhadap ketaatan dari lembaga survei.
Bawaslu mendorong MK percepat proses permohonan sengketa.
Meski begitu, Bawaslu mengikuti hukum positif yang mengacu pada aturan di UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu.
"Undang-Undang jadi patokan Bawaslu untuk upaya penegakkan hukum. Tapi kita minta untuk mempercepat proses permohonan sengketa karena tinggal 18 hari lagi masuk masa tenang," ujar Bagja di tempat yang sama.
Sebelumnya, Asosiasi Riset Opini Publik Indonesia (AROPI) mengajukan permohonan uji materi Pasal 449 Ayat (2), Ayat (5), dan Ayat (6); Pasal 509; dan Pasal 540 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Baca: KPK-Bawaslu Sepakat Peserta Pemilu 2019 Harus Buka Rekam Jejak
Gugatan tersebut khususnya menyangkut larangan hasil survei yang dirilis pada masa tenang dan waktu penayangan hitung cepat atau quick count.
Mereka menggugat poin soal larangan hasil survei yang dipublikasi pada masa tenang hingga 2 jam setelah pemungutan suara di TPS ditutup pada waktu indonesia bagian barat.