Adefitrie Kirana, Kita Perlu Belajar Dari Seorang Tokoh Minoritas Penggerak Hak Asasi Manusia
Artis cantik yang kini terjun ke dunia politik, Adefitrie Kirana, saat ditemui didaerah tebet mengucapkan “Selamat Hari Bank Dunia”
Editor: FX Ismanto
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Artis cantik yang kini terjun ke dunia politik, Adefitrie Kirana, saat ditemui didaerah tebet kemaren mengucapkan “Selamat Hari Bank Dunia” Working for a world free of poverty” – World Bank. "Harapannya semoga terus berkembang dan dapat terus mensupport perekonomian negara negara yang membutuhkan, terutama saat ini saya dengar bahwa “bank dunia mendongkrak Layanan Kesehatan Indonesia, semoga segera di bidang pendidikan, “tutur adefitrie kirana.
Bank Dunia adalah lembaga internasional yang membantu negara-negara dengan pembiayaan dan nasihat keuangan. Tujuannya adalah untuk membantu negara berkembang baik di bidang ekonomi, infrastructur, bank dunia membantu memfasilitasi investasi qinternasional.
Adefitrie Kirana (artis yang terjun dalam kacah politik saat ini) berkomentar bahwa Tak terasa tahun 2019 sudah menginjak bulan yang keempat. Jika melihat pertumbuhan ekonomi Negara kita tahun lalu dan mengikuti hasil analisis lembaga-lembaga internasional, Indonesia punya banyak poin positif dan bisa berharap lebih besar, tidak saja tahun ini, tapi juga tahun-tahun mendatang.
Indonesia punya potensi sangat besar dengan satu catatan, sumber daya manusia (SDM) Indonesia harus mampu mengimbangi potensi itu karena hari esok pasti lebih sulit dan lebih banyak tantangannya. Bank Dunia dalam berbagai laporannya konsisten menempatkan Indonesia sebagai salah satu negara emerging markets yang paling menjanjikan.
Namun, tanpa bermaksud mengurangi rasa optimisme, masih ada kendala SDM yang berpotensi menjadi api dalam sekam dan pembangunan Indonesia berisiko keropos di dalam. Semuanya bermuara pada kualitas dan mentalitas pelaku pembangunan.
Di satu sisi, sumber daya alam Indonesia melimpah dan potensi pasar sangat besar. Tapi di sisi lain, modal itu bisa terbuang sia-sia di tangan SDM yang meski banyak tapi kurang berkualitas. Isu SDM membutuhkan kerja sama dan strategi yang lebih efektif. Persoalan SDM, misalnya, menjadi ujung pangkal ketidaksinkronan kerja pemerintah pusat dan daerah, daya saing industri yang lemah, ketergantungan pada sumber daya alam, dan ketertinggalan di berbagai lini. Perjalanan Indonesia menjadi negara besar, sejajar dengan negara-negara maju, menghadapi kerikil-kerikil tajam ini yang justru bisa memperlebar disparitas dengan negara lain dalam percaturan global.
Kita dapat melihat percepatan pembangunan infrastruktur yang sedang dipecut Presiden Jokowi. Program ini memberi harapan dan kecepatan lajunya lebih baik dibanding masa-masa pemerintahan sebelumnya. Ketekunan dan kerja keras yang ditunjukkannya menjadi teladan. Sebagai pondasi pembangunan ekonomi sebuah bangsa di era modern, sepantasnya pembangunan infrastruktur diprioritaskan dan harus mendapatkan pengawasan ketat dalam implementasinya.
Jika tidak dijaga dengan ketat dalam menjalankan management pelaksanaannya ini akan menjadi masalah.
Coba lihat dari pemberitaan dan realita saat ini Sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang mengurusi proyek infrastruktur terlilit utang. Kalau ditelusuri, sumbernya tidak akan jauh seputar SDM sebagai perencana, pengelola dan pelaksana proyek. Skema pembiayaan infrastruktur bisa melalui berbagai cara, tapi tidak akan optimal penggunaannya tanpa SDM yang kompeten. Akan lebih celaka lagi kalau standar pengerjaan dan kualitas infrastruktur jadi rendah, karena nyawa manusia jadi taruhannya.
Kemungkinan ini perlu dilihat lebih dalam karena beberapa bulan terakhir ini diwarnai insiden robohnya tiang pancang proyek pembangunan tol Bekasi-Cawang- Kampung Melayu (Becakayu), robohnya crane proyek rel kereta api Double-Double Track (DDT) Manggarai-Jatinegara, ambruknya beton girder proyek tol Depok- Antasari, ser ta jatuhnya crane, tiang penyangga dan kecelakaankecelakaan proyek lainnya.
Catatan lain adalah proyek-proyek infrastruktur Indonesia selama ini masih didominasi BUMN. Pihak swasta sangat sedikit dilibatkan dalam proyek-proyek infrastruktur utama, kebanyakan hanya menjadi sub-kontraktor atau pemasok. Idealnya pihak swasta diberi kesempatan lebih luas karena dapat mengisi kelemahan dan kekurangan BUMN, termasuk dalam hal SDM.
Kemampuan pihak swasta yang diberikan sebuah proyek dapat disaring lewat berbagai cara. Ada perusahaan perusahaan sudah teruji, sudah go publik, berpengalaman, dan terbukti memiliki SDM yang kompeten. Kalau sudah memenuhi prosedur penilaian dan mampu melewati proses tender yang ketat, tentu bisa dipercaya menangani proyek-proyek infrastruktur dengan kompleksitas tinggi sekalipun.
Dalam konstelasi perdagangan dunia, infrastruktur adalah kunci daya saing, dan karenanya pemerintah dan swasta harus menyatukan kekuatan. Ketimpangan dalam hal ini akan membuat laju percepatan pembangunan infrastruktur tidak optimal. Maka Indonesia akan selalu dalam posisi mengejar. Jangan lupa bahwa saat negara tercinta kita negara Indonesia sedang terus berupaya memperbaiki diri, namun negara lain pasti melakukan hal yang sama.
Masih terkait unsur manusia, alangkah baiknya juga apabila kerja sama antara kekuatan politik yang berseberangan di parlemen pusat dan daerah bisa dijalin dengan objektif demi kepentingan bersama. Program-program yang baik harus didukung. Menjadi oposisi bukan berarti menjadi tukang menyalahkan dan mengkritik, karena kritik tidak konstruktif yang dilontarkan sembarangan hanya manifestasi dari rasa iri hati. SDM berkualitas rendah mudah dijadikan objek adu domba.
Daya pikir yang lemah dan kecerdasan emosional yang rendah akan membuat seseorang gampang dipanas-panasi dan berujung pada perpecahan serta perselisihan. Kalau sudah demikian, politikus dan rakyat samasama rentan terombang-ambing jadi korban permainan politik dan disusupi pihak-pihak yang mengedepankan kepentingannya sendiri.