Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Analis Politik Sebut Manuver SBY Memperingatkan Kampanye Prabowo-Sandi Sebagai Tanda Main Dua Kaki

Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Arif Nurul Imam memberikan penjelasan mengenai manuver SBY

Editor: Sugiyarto
zoom-in Analis Politik Sebut Manuver SBY Memperingatkan Kampanye Prabowo-Sandi Sebagai Tanda Main Dua Kaki
Abror Rizky/Fotografer SBY via Kompas.com
Pasangan calon presiden dan wakil presiden nomor urut 02 Prabowo Subianto-Sandiaga Uno bersama Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono di JCC Senayan, Jakarta, Selasa (15/1/2019). 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Analis Politik dan Direktur IndoStrategi Arif Nurul Imam memberikan penjelasan mengenai manuver SBY (Susilo Bambang Yudhoyono). Mahfud MD juga ikut memberi komentar.

Terbaru, SBY memperlihatkan manuver kontraproduktif terkait Kampanye akbar Prabowo-Sandi. Imam memberikan penjelasan tiga analisa mengenai manuver tersebut. 

Seperti diketahui, pada Minggu (7/4/2019), Prabowo melakukan kampanye akbar di Stadion Utama Gelora Bung Karno.

SBY pun menuliskan surat teguran atas model kampanye terbuka pasangan nomor urut 02 itu.

Menurut Arif, pertama, dukungan Demokrat terhadap Prabowo-Sandi yang setengah-setengah diyakini disebabkan oleh konsensus politik yang belum tuntas di antara mereka.

"Beberapa kali petinggi Demokrat terkesan membuat manuver kontraproduktif dengan partai politik di koalisi 02."

"Salah satunya soal kritik SBY terhadap kampanye akbar di GBK kemarin," ujar Analis Politik IndoStrategi Arif Nurul Imam kepada Kompas.com.

Berita Rekomendasi

"Ini dapat dibaca, dukungan kepada Prabowo-Sandiaga masih setengah-setengah," katanya.

"Bisa jadi, ini disebabkan ada konsensus politik antara Demokrat dan koalisi yang belum tuntas," lanjutnya.

Arif mencatat, bukan kali ini saja Demokrat seolah-olah berseberangan dengan sesama anggota koalisi pendukung Prabowo-Sandiaga.

Hal itu lantaran kritik Demokrat ke koalisinya sendiri disampaikan secara terang-terangan di hadapan publik, bukan melalui jalur komunikasi internal yang pasti sepi dari kontroversi atau polemik.

 Contohnya, pernyataan bahwa Demokrat tidak akan memberikan sanksi terhadap kadernya yang memilih mendukung Jokowi-Ma'ruf Amin.

Contoh lain adalah ketika Andi Arief semasa menjabat Wakil Sekjen Demokrat menyebut bahwa Prabowo adalah "jenderal kardus" lantaran mau menerima Sandiaga sebagai calon wakil presidennya dan mengabaikan pengajuan Agus Harimurti Yudhoyono dari Demokrat.

Arif melanjutkan, teguran SBY terhadap model kampanye Prabowo-Sandiaga itu juga dapat dibaca sebagai manuver Demokrat untuk tetap menjaga hubungan dengan koalisi pendukung Joko Widodo-Ma'ruf Amin.

"Jadi intinya lebih kepada main dua kaki. Tujuannya, agar siapa pun yang akan memenangi Pemilu 2019 ini, Demokrat akan tetap mendapatkan keuntungan secara politik," ujar Arif.

Ketiga, kritik SBY tersebut, menurut Arif, adalah cara Partai Demokrat membangun citra publik bahwa partainya berhaluan nasionalis religius.

SBY ingin menunjukkan bahwa partainya menjunjung tinggi pluralisme, mengakomodasi perbedaan sekaligus menjunjung tinggi Pancasila.

Meskipun demikian, menurut Arif, cara tersebut mencerminkan etika politik yang kurang baik karena terkesan tidak tunduk pada persatuan kesatuan partai politik anggota koalisi.

"Secara etika, memang kurang tepat. Tapi, di dalam kenyataan politik, setiap partai politik dituntut untuk melakukan political survival."

"Tapi yang jelas, lain kata lain perbuatan itu akan dicatat rakyat sehingga akan menjadi pertimbangan mereka di TPS," ujar Arif.

SBY ingatkan Prabowo kedepankan kebhinekaan 

SBY sempat mengingatkan Prabowo untuk mengedepankan kebhinnekaan dan inklusivitas dalam kampanye akbar di Gelora Bung Karno, Minggu (7/4/2019).

 Pesan itu terungkap dalam surat yang disampaikan SBY kepada tiga petinggi Demokrat, yaitu Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsudin, Waketum Partai Demokrat Syarief Hassan dan Sekjen Partai Demokrat Hinca Panjaitan.

Surat itu ditulis SBY dari Singapura tertanggal 6 April 2019.

"Saya menerima berita dari tanah air tentang set up, run down dan tampilan fisik kampanye akbar atau rapat umum pasangan capres-cawapres 02, Bapak Prabowo Subianto-Bapak Sandiaga Uno, di Gelora Bung Karno (GBK) Jakarta. Karena menurut saya apa yang akan dilakukan dalam kampanye akbar di GBK tersebut tidak lazim dan tidak mencerminkan kampanye nasional yang inklusif," kata SBY dalam suratnya.

Dalam suratnya, SBY mengatakan, melalui sejumlah unsur pimpinan Partai Demokrat ia meminta konfirmasi apakah berita yang ia dengar itu benar atau tidak.

Malam harinya, SBY mendapat kepastian bahwa informasi yang didapat dari lingkaran Prabowo, bahwa berita yang ia dengar itu mengandung kebenaran.

"Sehubungan dengan itu, saya minta kepada Bapak bertiga agar dapat memberikan saran kepada Bapak Prabowo Subianto, Capres yang diusung Partai Demokrat, untuk memastikan hal-hal sebagai berikut:"

"Penyelenggaraan kampanye nasional (dimana Partai Demokrat menjadi bagian didalamnya) tetap dan senantiasa mencerminkan 'inclusiveness', dengan sasanti 'Indonesia Untuk Semua' Juga mencerminkan kebhinekaan atau kemajemukan. Juga mencerminkan persatuan. 'Unity in diversity'. Cegah demonstrasi apalagi 'show of force' identitas, baik yang berbasiskan agama, etnis serta kedaerahan, maupun yang bernuasa ideologi, paham dan polarisasi politik yang ekstrim," tulis SBY.

SBY menekankan proses kampanye harus memosisikan kandidat sebagai pemimpin untuk semua pihak.

SBY mengingatkan, bahwa pemimpin yang mengedepankan permainan identitas akan menjadi pemimpin rapuh.

SBY tak ingin masyarakat menjadi terbelah dan saling bermusuhan. Menurutnya, banyak contoh negara menjadi hancur karena akibat konflik di masyarakatnya.

Oleh karena itu, SBY berpesan kepada Prabowo dan Jokowi untuk mengedepankan kampanye visi, misi, program kerja.

"Dari pada rakyat dibakar sikap dan emosinya untuk saling membenci dan memusuhi saudara-saudaranya yang berbeda dalam pilihan politik, apalagi secara ekstrim, lebih baik diberi tahu , apa yang akan dilakukan Pak Jokowi atau Pak Prabowo jika mendapat amanah untuk memimpin Indonesia 5 tahun mendatang (2019-2024). Apa solusinya, apa kebijakannya," tulis SBY.

Ia juga tak ingin Prabowo dikesankan sebagai sosok pembela Khilafah, sementara Jokowi dikaitkan dengan kelompok komunis. SBY menegaskan narasi itu menyesatkan.

"Tinggalkan dan bebaskan negeri ini dari benturan indentitas dan ideologi yang kelewat keras dan juga membahayakan. Gantilah dengan platform, visi, misi dan solusi. Tentu dengan bahasa yang mudah dimegerti rakyat. Sepanjang masa kampanye, bukan hanya pada saat debat saja," ungkap SBY.

Dibenarkan Demokrat

Keberadaan surat SBY ini dibenarkan Kepala Divisi Advokasi dan Bantuan Hukum DPP Partai Demokrat Ferdinand Hutahaean.

Ia membenarkan SBY sempat mendapat kabar bahwa kampanye akbar Prabowo-Sandiaga di GBK hanya untuk kelompok identitas tertentu saja.

"Yang pasti surat tersebut ditujukan Pak SBY kepada tiga kader utama Partai Demokrat. Di mana Pak SBY menerima laporan, kami sendiri tidak tahu laporan dari siapa yang sampai ke beliau yang menyatakan bahwa kampanye didesain seolah diidentikkan dengan kelompok tertentu," kata Ferdinand kepada Kompas.com (jaringan SURYA.co.id), Minggu.

Oleh karena itu, SBY menginstruksikan kepada tiga elite Demokrat untuk meneruskan pesan bahwa kampanye akbar Prabowo-Sandiaga harus mengedepankan kebhinnekaan dan inklusivitas.

"Dan beliau (SBY) menyampaikan ketiga kader tersebut untuk menyampaikan kepada panitia dan Prabowo, kalau itu benar, tidak boleh terjadi. Maka diminta kampanye harus se-nasionalis mungkin se-Indonesia mungkin dan se-bhinneka mungkin untuk menunjukkan tuduhan ke Prabowo itu tidak benar," kata Ferdinand.

Ferdinand bersyukur kampanye akbar tadi sesuai harapan SBY. Menurut dia, proses kampanye tadi sudah menunjukkan kebhinnekaan.

Sehingga, kata Ferdinand, kabar yang diterima SBY sebelumnya terbantahkan

Mahfud MD berkomentar

Masukan dari SBY terkait konsep kampanye terbuka Prabowo-Sandi perlu diperhatikan.

Demikian kata pakar hukum tata negara Prof Mahfud MD di Surabaya, Minggu.

"Saya sudah membaca ( surat SBY) dan perlu memperhatikan nasihat dari orang memiliki banyak pengalaman mengelola Indonesia serta kecintaannya terhadap negara ini tak diragukan lagi," ujarnya.

Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi itu mengajak untuk memperhatikan bersama-sama masukan itu tanpa harus menyatakan bahwa yang dilakukan satu kelompok tersebut salah.

Menurut dia, masukan dari SBY kemungkinan sebagai saran saja agar tidak hanya fokus pada upaya menggalang satu ikatan primordial, misalnya shalat Subuh dan Tahajud bersama.

"Mungkin itu dianggap terlalu eksklusif. Lalu bagaimana yang tidak Subuh dan Tahajud, mungkin, tetapi ya kita dengarkan nasihat sebagai orang tua dan mantan presiden. Itu boleh," ucapnya.

Sumber: Kompas.com
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Populer
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas