Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Bowo Sidik Tertangkap, Pelaku Politik Uang Atur Strategi Baru

Bowo diduga mengumpulkan uang hasil suap untuk serangan fajar di Pemilu Legislatif 17 April 2019.

Penulis: Glery Lazuardi
Editor: Johnson Simanjuntak
zoom-in Bowo Sidik Tertangkap, Pelaku Politik Uang Atur Strategi Baru
TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN
Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso menggunakan rompi oranye usai diperiksa di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (28/3/2019). KPK menetapkan tiga orang tersangka yakni Anggota DPR Bowo Sidik Pangarso, Marketing Manager PT Humpuss Transportasi Kimia Asty Winasti, dan Seorang pihak swasta Indung serta mengamankan barang bukti uang sekitar Rp 8 miliar dalam pecahan Rp 20 ribu dan Rp 50 ribu yang telah dimasukkan dalam amplop pada 84 kardus terkait dugaan suap pelaksanaan kerja sama pengangkutan di bidang pelayaran antara PT Pupuk Indonesia Logistik (PILOG) dengan PT Humpuss Transportasi Kimia (HTK). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pengamat politik dari UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Tony Rasyid, menilai pemberian uang atau barang jelang waktu pemungutan suara merupakan sesuatu yang awam terjadi.

Menurut dia, masyarakat di daerah mengibaratkan fenomena money politic sebagai 'panen raya'.

"Di daerah, di kampung itu panen raya. Ada tim menyebar. Pembagian amplop saat serangan fajar dari dulu," kata Tony Rasyid, dalam sesi diskusi di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Rabu (10/4/2019).

Salah satu contohnya, kata dia terbukti dari tertangkapnya anggota Komisi VI DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Bowo Sidik Pangarso, melalui operasi tangkap tangan (ott) yang dilakukan penyidik KPK.

Bowo diduga mengumpulkan uang hasil suap untuk serangan fajar di Pemilu Legislatif 17 April 2019.

Bowo merupakan Caleg DPR dari partai Golkar yang masuk dalam Daerah Pemilihan (Dapil) Jawa Tengah II.

Namun, kata dia, tidak menutup kemungkinan peserta pemilu lainnya akan melakukan cara yang sama seperti Bowo. Hanya saja, menurut dia, setelah tertangkapnya Bowo, maka akan dilakukan modus operandi baru.

Berita Rekomendasi

"Hanya saja (Bowo,-red) apes itu tertangkap. Apakah caleg lain tidak menyiapkan? Menyiapkan uang gede untuk di wilayah lain. Memiliki ruang sempit dan harus mengatur strategi baru," kata dia.

Baca: Survei Indomatrik: Elektabilitas Prabowo-Sandi Ungguli Jokowi-Maruf

Sementara itu, peneliti senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro, menilai, perbuatan money politic itu masuk dalam kategori pelecahan terhadap calon pemilih. Untuk itu, dia mengingatkan, oknum politisi agar menghentikan hal tersebut.

"Pemberian amplop itu zolim. Kalau ada elite melakukan penistaan dengan memberikan uang receh, hentikan. Itu pelecehan tolong pahami," kata Siti Zuhro.

Menurut dia, peserta pemilu seharusnya memaparkan soal kebijakan apa yang akan dilakukan untuk Indonesia ataupun daerah dihadapan para calon pemilih. Bukan, kata dia, menggunakan sumber daya untuk menarik dukungan.

"Harus ada sensitifitas untuk pemilu menggembirakan, damai. Jangan lakukan itu dengan memberikan salam tempel. Masyarakat perlu diberikan kebijakan bukan dilempari sembako dan diberi uang receh," tambahnya.

Untuk diketahui, KPK telah menetapkan Anggota DPR Komisi VI dari Fraksi Partai Golkar Bowo Sidik Pangarso bersama dua orang lainnya sebagai tersangka dalam kasus ini.

Diduga sebagai penerima Bowo Sidik dan Indung selaku pejabat di PT Inersia. Sedangkan diduga sebagai pemberi, yaitu Marketing Manager PT HTK Asty Winasti.

Dalam konstruksi perkara kasus itu, dijelaskan bahwa pada awalnya perjanjian kerja sama penyewaan kapal PT HTK sudah dihentikan.

Terdapat upaya agar kapal-kapal PT HTK dapat digunakan kembali untuk kepentingan distribusi pupuk PT Pupuk Indonesia.

Untuk merealisasikan hal tersebut, pihak PT HTK meminta bantuan kepada Bowo Sidik Pangarso.

Selanjutnya, pada 26 Februari 2019 dilakukan nota kesepahaman (MoU) antara PT Pilog dengan PT HTK.

Salah satu materi MoU tersebut adalah pengangkutan kapal milik PT HTK yang digunakan oleh PT Pupuk Indonesia.

Bowo diduga meminta 'fee' kepada PT HTK atas biaya angkut yang diterima sejumlah 2 dolar AS per metrik ton.

Diduga sebelumnya telah terjadi enam kali penerimaan di berbagai tempat seperti rumah sakit, hotel, dan kantor PT HTK sejumlah Rp 221 juta dan 85.130 dolar AS.

Uang yang diterima tersebut diduga telah diubah menjadi pecahan Rp 50 ribu dan Rp 20 ribu sebagaimana ditemukan tim KPK dalam amplop-amplop di kantor PT Inersia.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2025 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas