Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Peran Strategis MPR Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi

Saat menjadi keynote speech dalam seminar nasional dengan tema ‘Refleksi Konstitusi di Era 4.0.

Editor: Content Writer
zoom-in Peran Strategis MPR Dalam Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
dok. MPR RI
Pria asal Banyumas, Jawa Tengah, itu menyebut ada 6 hal yang membuktikan MPR tidak memberi ruang kepada korupsi hidup di Indonesia. Keenam hal itu disebut, pertama, Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN. 

Saat menjadi keynote speech dalam seminar nasional dengan tema ‘Refleksi Konstitusi di Era 4.0.

Dalam Upaya Penegakan Hukum Pertanggungjawaban Pidana Korporasi Pada Tindak Pidana Korupsi’,  di Ruang GBHN Lt.3, Gedung Nusantara V, Komlek MPR/DPR/DPD, Jakarta, 24 April 2019, Sesjen MPR Dr. Ma’ruf Cahyono, SH. MH; mengatakan keseriusan MPR dalam pemberantasan korupsi selain tampak dari penataan kelembagaan juga dapat dilihat arah kebijakan yang dituangkan. “MPR serius dalam masalah pemberantasan korupsi”, ujarnya.

Pria asal Banyumas, Jawa Tengah, itu menyebut ada 6 hal yang membuktikan MPR tidak memberi ruang kepada korupsi hidup di Indonesia. Keenam hal itu disebut, pertama, Ketetapan MPR No. XI/MPR/1998 tentang Penyelenggaraan Negara yang Bersih dan Bebas dari KKN.

“Tap ini merupakan agenda utama era reformasi”, ujarnya. Lebih lanjut dikatakan, tap itu pada pokoknya menguraikan bagaimana sebuah pemerintahan harus dikelola secara bersih, sebagai wujud komitmen dan kehendak semua pihak dalam memerangi korupsi.

Kedua, Tap MPR Nomor XIII/MPR/1998 tentang Pembatasan Masa Jabatan Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia. Sebelum perubahan Pasal 7 UUD 1945, tentang masa jabatan presiden, MPR terlebih dahulu mengeluarkan ketetapan tersebut.

Pembatasan masa jabatan menurut Ma’ruf Cahyono sangat penting agar menghindari berbagai penafsiran berapa kali seorang Presiden dan Wakil Presiden dapat dipilih kembali menurut Undang-Undang Dasar 1945 sehingga MPR mengeluarkan ketetapan ini.

Dalam ketetapan itu, MPR menetapkan bahwa Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia memegang jabatan selama masa lima tahun, dan sesudahnya dapat dipilih kembali dalam jabatan yang hanya untuk satu kali masa jabatan.

BERITA REKOMENDASI

Ketiga, berkaitan dengan aktualisasi nilai-nilai keteladanan dalam sikap dan dalam berperilaku oleh pemimpin negara, pejabat dan tokoh masyarakat, MPR mengeluarkan Tap MPR No VI/2001 tentang Etika Kehidupan Berbangsa.

Bagi Ma’ruf Cahyono, etika kehidupan berbangsa merupakan rumusan yang bersumber dari ajaran agama, khususnya yang bersifat universal, dan nilai-nilai luhur budaya bangsa yang tercermin dalam Pancasila sebagai acuan dasar dalam berpikir, bersikap dan bertingkah laku dalam kehidupan berbangsa.

Dikatakan, rumusan ini disusun dengan maksud untuk membantu memberikan penyadaran tentang arti penting tegaknya etika dan moral dalam kehidupan berbangsa.

“Etika Kehidupan Berbangsa dirumuskan dengan tujuan menjadi acuan dasar untuk meningkatkan kualitas manusia yang beriman, bertakwa dan berakhlak mulia serta berkepribadian Indonesia dalam kehidupan berbangsa”, paparnya.

Lebih lanjut dalam acara yang terselenggara berkat kerja sama MPR dengan Universitas Brawijaya itu, tap mengenai etika ini memiliki arah kebijakan untuk mengaktualisasikan nilai-nilai agama dan budaya luhur bangsa dalam kehidupan pribadi, keluarga, masyarakat, bangsa, dan negara melalui pendidikan formal, informal dan nonformal dan pemberian contoh keteladanan oleh para pemimpin negara, pemimpin bangsa, dan pemimpin masyarakat.

Keempat, Ketetapan MPR Nomor VIII/MPR/2001 tentang Rekomendasi Arah Kebijakan Pemberantasan dan Pencegahan Korupsi, Kolusi dan Nepotisme yang dijadikan arah Kebijakan yang harus dilakukan pemerintah dalam menghadapi persoalan korupsi.

“Tap ini menekankan bahwa terjadi perkembangan yang kontroversial dalam masalah hukum”, ungkapnya. Dikatakan, MPR mencatat di satu pihak produk materi hukum, pembinaan aparatur, sarana dan prasarana hukum menunjukkan peningkatan, namun belum diimbangi peningkatan integritas moral, profesionalisme aparat hukum, kesadaran hukum, serta tidak adanya kepastian dan keadilan hukum. Walhasil hingga tiga tahun lebih perjalanan reformasi, supremasi hukum dinilai belum terwujud sesuai harapan.

Halaman
12
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas