Ahli Bahasa Dicecar Pendapatnya Soal Frasa "Penyiaran Berita Bohong" dalam Sidang Ratna Sarumpaet
Di awal tanya jawabnya dengan Hakim Ketua Joni, Wahyu menjelaskan bahwa bidang ilmu yang dikuasainya adalah filsafat bahasa.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Hasanudin Aco
Menurutnya, sebagai ahli bahasa ia tidak berkapasitas menafsirkan makna Undang-Undang mengingat bahasa dalam Undang-Undang memiliki norma yang mengikat sendiri.
"Saya tidak bisa memberikan pendapat saya soal Undang-Undang. Itu ada normanya sendiri," kata Wahyu.
Joni pun setuju dengan Wahyu dan meminta pengacara mengganti pertanyaannya.
JPU juga sempat mencecar Wahyu dengan pertanyaan terkait fakta konferensi pers pengakuan Ratna pada sehingga Joni harus berulang kali menegur JPU untuk tidak mengaitkannya langsung ke fakta kasus.
"Coba kasih pertanyaan yang lebih bebas. Soal fakta biar kami (majelis hakim) yang menilainya. Ahli ini dihadirkan untuk diminta pendapatnya," kata Joni kepada JPU.
Di akhir tanya jawab dengan ahli dengan para JPU, Hakim, dan pengacara terdakwa, Ratna tidak memberikan tanggapan apa pun terkait pendapat ahli.
Diketahui sebelumnya Ratna didakwa melanggar Pasal 14 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Hukum Pidana dan Pasal 28 Ayat (2) Jo Pasal 45 A Ayat (2) Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Berikut kutipan lengkap Undang-Undang Nomor 1 tahun 1946 Pasal 14 ayat 1.
"Barang siapa, dengan menyiarkan berita atau pemberitahuan bohong, dengan sengaja menerbitkan keonaran dikalangan rakyat, dihukum dengan hukuman penjara setinggi-tingginya sepuluh tahun."