Nikmati berita interaktif dan LIVE report 24 jam hanya di TribunX
Tribun

Cerita Tukang Sol Sepatu, Pengantar Galon Air hingga Pedagang Kopi Keliling Maju Caleg

ketiga sosok ini membantah semua anggapan maju sebagai calon legislatif membutuhkan modal besar. Simak ceritanya

Penulis: Imanuel Nicolas Manafe
zoom-in Cerita Tukang Sol Sepatu, Pengantar Galon Air hingga Pedagang Kopi Keliling Maju Caleg
Tribunnews/MUHAMMAD FADHLULLAH
Seorang pekerja sedang memeriksa kondisi fisik surat suara anggota DPR RI di Gor Larangan, Kota Tangerang, Rabu (13/3/2019). Surat suara ini akan di distribusi untuk 5 kecamatan. Yaitu kecamatan Pinang, Cipondoh, Larangan, Ciledug, dan Karang Tengah. Jumlah surat suara DPR RI ini ada 600.000 surat suara. TRIBUNNEWS/MUHAMMAD FADHLULLAH 

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Tidak Ada yang menyangka, sosok-sosok ini ternyata memiliki kesempatan bisa menjadi peserta Pemilu.

Sosok-sosok seperti Agung Darma (28), pengantar galon air di Desa Guali, Kecamatan Kusambi, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara maju sebagai calon legislatif dari Partai Demokrat untuk DPRD Kabupaten Muna.

Baca: Caleg di NTT Mengamuk dengan Menutup Jalan Setelah Kalah dalam Pemilu 2019

Kemudian Dwi Handoko, berprofesi sebagai tukang sol sepatu maju sebagai calon legislatif di Kabupaten Gunungkidul

Satu lagi Eha Soleha, seorang pedagang kopi keliling yang memberanikan diri maju sebagai calon legislative DPRD Kota Cilegon.

Persepsi publik umumnya menilai seseorang yang maju sebagai calon legislatif setidaknya memiliki modal besar.

Cerita dari ketiga caleg ini membantah anggapan itu, terlepas mereka ada yang sukses lolos atau tidak.

Pengantar Galon Air Ini Lolos ke DPRD Kabupaten Muna Barat

Berita Rekomendasi

Misalnya Agung Dharma. Profesinya tak menghentikan semangatnya untuk maju sebagai calon legislatif.

Agung, yang pekerjaannya juga seorang tenaga honorer di puskesmas itu bahkan berhasil mengalahkan lawan politiknya dengan mengamankan satu kursi di DPRD Muna Barat dalam pencoblosan pemilu 17 April.

Baca: Pertimbangan Kemanusiaan, Polres Sukoharjo Belum Tahan Caleg DPR RI Partai Gerindra

Agung Darma (28), warga Desa Guali, Kecamatan Kusambi, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara, yang pekerjaanya honorer di Puskesmas dan pengantar galon air, berhasil mengalahkan lawan politiknya dengan mengamankan satu kursi di DPRD Muna Barat dalam pencoblosan pemilu 17 April kemarin.
Agung Darma (28), warga Desa Guali, Kecamatan Kusambi, Kabupaten Muna Barat, Sulawesi Tenggara, yang pekerjaanya honorer di Puskesmas dan pengantar galon air, berhasil mengalahkan lawan politiknya dengan mengamankan satu kursi di DPRD Muna Barat dalam pencoblosan pemilu 17 April kemarin. (Hand Out)

“Alhamdulilah senang sekali, senangnya itu karena dukungan orangtua yang begitu full memberikan semangat, dan antusias masyarakat. Dengan keberhasilan ini, semua turut bangga, karena perjuangan bersama-sama, kita menangkan pertarungan ini,” kata Agung, Kamis (25/4/2019).

Ia tidak menyangka berhasil lolos di DPRD Kabupaten Muna Barat karena banyak yang meremehkannya.

Hal itu karena melihat pekerjaan Agung hanyalah seorang pengantar galon air.

Belum lagi ia harus menghadapi lawan politik yang kuat baik ketokohan maupun dari segi finansial.

“Tidak semua perjuangan itu tidak diukur dengan finansial. Karena perjuangan kami ini, dipandang enteng dari beberapa kalangan masyarakat dan merasa sudah besar. Makanya kita jalani dengan ikhlas dan alhamdulillah (lolos),” tuturnya.

Agung maju menjadi calon legislatif dari Partai Demokrat dengan Daerah Pemilihan Muna Barat I yang meliputi Kecamatan Kusambi, Kecamatan Napano Kusambi dan Sawerigadi.

Dari hasil perhitungan suara, Ia berhasil mendapatkan suara terbanyak dengan memperoleh 732 suara.

Agung mengalahkan Ketua DPC Demokrat Muna Barat, yang memperoleh 520 suara.

“Kami juga tidak menyangka mengalahkan ketua partai DPC. Tapi itulah realita, bahwa tidak selamanya, pimpinan partai menjadi pemenang. Tidak selamanya, hari kita sudah buktikan dengan perjuangan yang panjang, alhamdulillah kita bisa kalahkan beliau,” ucap Agung.

“Yang saya lakukan ke depannya, tetap kepada janji politik kami, bahwa pertemanannya selamanya, artinya tetap menjalin silaturahmi, kebetulan saya perawat, kalau ada yang sakit, kita bantu,” ujarnya.

Ibu Agung, Wa Malu, juga tidak menyangka bahwa anaknya berhasil meraih suara terbanyak dan lolos dalam pertarungan caleg.

“Saya sangat bersyukur. Saya hanya berdoa terus agar anak saya berhasil lolos. Apalagi kalau diingat-ingat, pekerjaan anak saya ini setiap hari antar galon dan honorer di puskesmas. Saya bersyukur sekali,” kata Wa Malu.

Tukang Sol Sepatu Tak Ingin Maju Caleg Diukur dari Materi

Dwi Handoko yang sehari-hari membuka usaha reparasi sepatu atau sol sepatu di depan Pasar Argosari ini memberanikan diri untuk ikut berkompetisi pada pemilu 2019.

Cara kampanyenya pun dibilang irit biaya.

Baca: Ditanya Tentang Kekalahan Suara di Sumatera Barat, Jokowi: Tetap Makan Nasi Padang Kok

Tukang sol sepatu asal Gunungkidul maju caleg
Tukang sol sepatu asal Gunungkidul maju caleg (TribunJogja.com)

Ia mensosialisasikan program-programnya kepada para pelanggan reparasi sepatunya sekaligus memperkenalkan diri bahwa ia ikut dalam pemilu 2019.

Ia mulai memberanikan diri untuk memperkenalkan diri dan programnya setelah ditetapkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kabupaten Gunungkidul sebagai calon legislatif (caleg).

"Biasanya saya tanya dulu asal pelanggan dari mana kalau pas dengan daerah pilihan saya (dapil) biasanya saya memberanikan diri untuk memperkenalkan diri sebagai caleg," ujarnya pada Tribunjogja.com, Kamis (14/2/2019).

Dengan keterbatasan dana, dirinya tidak berhenti berpikir bagaimana cara berkampanye dengan mengeluarkan biaya kecil.

Selain itu dirinya juga memaksimalkan posisinya sebagai pengurus Organisasi Muhammadiyah.

Usahanya merupakan warisan orangtuanya yang sudah berdiri sejak 1970-an.

Usaha tesebut ia teruskan pada tahun 2006 setelah sebelumnya dirinya berkecimpung di dunia bisnis transportasi.

Dwi Handoko harus rela banting stir sebagai tukang reparasi sepatu lantaran bisnis transportasi bangkrut.

Ia menceritakan, hasil dari bisnis sol sepatu tidak menentu.

Kurang lebih ia mendapat Rp 50 ribu perharinya.

"Dari hasil itu untuk membiayai keluarga dan juga sekolah anak, anak pertama alhamdulillah diterima sebagai CPNS sedangkan anak kedua saya baru skripsi," katanya.

Ia mengaku, setiap beberapa hari sekali mengikuti pengajian rutin, dari situlah dirinya mengajak para jemaah untuk berdiskusi mengenai pencalegan yang ia lakukan.

"Bukan pada pengajiannya, tetapi setelah pengajian itu saya memperkenalkan diri dan mengajak berdiskusi dan hingga saat ini belum pernah diperingatkan oleh Bawaslu," katanya.

Tak berhenti sampai di situ, dirinya juga bertandem dengan caleg provinsi maupun pusat untuk memperkenalkan dirinya kepada warga.

Dwi juga mengaku  tidak membuat baliho atau rontek yang dipasang di pinggir jalan.

"Saya hanya membuat stiker-stiker kecil yang ditempelkan di beberapa tempat, saya ingin membuktikan bahwa caleg itu bukan diukur dari materi yang dipunyai tetapi caleg berkualitas diukur dari Sumber Daya Manusia (SDM)," jelasnya.

Baca: Sudah 6 Caleg Stres Datangi Padepokan Anti Galau Yayasan Al Busthomi di Cirebon

Dalam Pemilu 2019 kali ini, dirinya menargetkan sebanyak 2.500 suara yang sebagian didapat dari organisasi Muhammadiyah maupun tetangga sekitarnya.

Jika terpilih nanti ia akan memperjuangkan wong cilik dan tidak akan lupa kepada para pemilihnya.

Tukang Kopi Keliling Diajak Pelanggannya Maju Caleg

Terakhir, kisah Eha Soleha, seorang pedagang kopi keliling yang berani maju sebagai caleg DPRD Kota Cilegon.

Janda yang maju sebagai caleg dari PPP ini memberanikan diri meski tidak memiliki modal.

Baca: Dari Artis hingga Politisi Senior, Inilah 6 Caleg yang Terancam Tak Lolos ke DPR RI dari Dapil Jatim

Cerita pedagang kopi keliling, Eha Soleha maju sebagai Caleg DPRD Kota Cilegon (Repro YouTube Mata Najwa di Trans7)
Cerita pedagang kopi keliling, Eha Soleha maju sebagai Caleg DPRD Kota Cilegon (Repro YouTube Mata Najwa di Trans7) (Repro Youtube Mata Najwa di Trans7)

Dalam acara Mata Najwa yang tayang di Trans7 , Kamis (7/3/2019) ini, Eha Soleha menceritakan bagaimana dirinya bisa maju sebagai caleg.

Selama 3 tahun ini, Eha Soleha bekerja sebagai pedagang kopi keliling.

Ia berdagang kopi di pasar mulai dari tengah malam hingga pagi hari.

Saat berjualan, dirinya tiba-tiba diajak oleh pelanggan istimewanya untuk maju sebagai caleg.

"Yang ngajak saya nyaleg itu pelanggan kopi saya, pelanggan istimewa ternyata dia Ketua DPC PPP," kata Eha Soleha dalam acara yang dipandu Najwa Shihab itu.

Lanjutnya, ia diajak maju sebagai caleg karena dianggap menginspirasi.

Eha pun menuturkan cerita lucunya saat pelanggannya itu meyakinkannya untuk maju sebagai caleg.

"Kamu mau gak dijadiin caleg. Kamu janda kan? mau ya ta' jadiin caleg. Ya barangkali biar dapet laki," katanya seraya diikuti tawa oleh para penonton di studio.

Eha Soleha mengaku terus mendapatkan motivasi, sebab ia menanggap kalau politik itu bukan milik orang kaya saja, tapi hak semua orang.

"Aku tak punya uang. gak masalah. terus dia (pelanggan) bujukin saya setiap hari. Ya sudah lalu saya daftar jadi caleg. Saya bilang sama ibu dan ade, saya mau jadi anggota dewan," ucap Eha Soleha.

Saat memulai kampanye, Eha Soleha harus melalui rintangan yang cukup berat.

Ia kerap pendapat cibiran dari orang-orang karena dirinya tidak memiliki modal.

"Saya bilang sama adek saya. Saya mau nyaleg. terus dia bilang 'kamu mah gak mungkin, kamu gak punya uang," katanya.

Ia juga sempat diremehkan orang lain karena dirinya tak punya banyak uang.

"Kata orang saya ada uang gak. Gak ada saya bilang. terus dia bilang 'Ah kalau gak ada uang gak mau dipilih.'. Tapi temen saya beri semangat, saya didoain semoga orang-orang pada milih saya," ungkapnya.

Eha Soleha pun menceritakan cara berkampanyenya.

Sambil berjualan kopi, ia mengampanyekan diri kepada para pelanggannya dengan menyebarkan kartu nama.

Baca: 4 Kisah Caleg dan Tim Sukses Caleg yang Gagal pada Pemilu 2019, dari Depresi Hingga Mandi Kembang

Kadang ia juga menempelkan stiekr ke rumah-rumah warga.

"Ke kampung door to door tempel stiker di rumah tetangga atau temen. Gak ada yang protes, tapi seminggu kemudian gambar saya dilepas," ucapnya sambil tertawa. (TribunJogja.com/Kompas.com/TribunnewsBogor.com)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda
Baca WhatsApp Tribunnews
Tribunnews
Ikuti kami di
Berita Terkini
© 2024 TRIBUNnews.com,a subsidiary of KG Media. All Right Reserved
Atas