Kapal Ternak Sebagai Wujud Implementasi Program Tol Laut
Wilayah bagian timur Indonesia sebenarnya memiliki sumber daya alam yang sangat besar untuk dikembangkan.
Editor: Content Writer
Pemerintah telah mencanangkan program Nawa Cita salah satunya dengan menjadikan Indonesia sebagai Poros Maritim dengan implementasi Program Tol Laut yang secara umum dilatarbelakangi karena adanya disparitas harga yang cukup tinggi antar wilayah di Kepulauan Indonesia.
Menurut Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Peternakan, Fini Murfiani. Wilayah bagian timur Indonesia sebenarnya memiliki sumber daya alam yang sangat besar untuk dikembangkan, antara lain Provinsi NTT dan NTB yang merupakan daerah sentra produksi ternak sapi.
“Selama ini Provinsi NTT telah menjadi penyangga kebutuhan daging sapi di daerah konsumen seperti Provinsi DKI Jakarta, Jawa Barat dan Kalimantan Timur. Adapun Provinsi NTB banyak berkontribusi untuk pemenuhan kebutuhan sapi kurban” ungkap Fini (20/4/2019).
Pengangkutan dan pengiriman sapi di beberapa wilayah khususnya antar pulau di Indonesia terjadi karena adanya faktor kebutuhan daging sapi yang tinggi di sentra konsumen sedangkan sentra konsumen tidak produktif dalam mengembangbiakkan ternak sapi antara lain karena faktor tata ruang dan agro ekosistem tidak mendukung.
Oleh karena tingkat konsumsi daging sapi di sentra produsen rendah dan stok dari sapi yang berlebih menyebabkan harga sapi di sentra konsumen lebih tinggi jika dibandingkan dengan harga sapi di sentra produsen.
Pengangkutan dan pengiriman sapi selama ini melalui jalur darat dan laut. Kedua jalur tersebut masing masing memiliki perlakuan dan prosedur tersendiri yang tentunya berbeda, baik dari sisi peralatan yang digunakan saat perjalanan, moda yang digunakan dan beberapa aspek logistik yang dilakukan pada muatan tersebut agar kualitasnya dapat terjaga dari tempat asal sampai tujuan.
Penyelenggaraan kapal khusus angkutan ternak memperhatikan prinsip animal welfare, agar terciptanya kondisi yang nyaman bagi ternak yang mengalami waktu pengangkutan dengan memperhatikan aspek-aspek logistik dan prosedur yang sesuai.
“Dampak adanya kapal ternak dapat meminimalkan penyusutan bobot ternak bahkan kematian yang dikarenakan penanganan sapi tidak layak diatas kapal” tegas Fini.
Selain itu, pemanfaatan kapal khusus angkutan ternak berimplikasi pada optimalnya konektivitas daerah sentra produksi dan konsumen. Secara operasional moda transportasi laut angkutan ternak itu akan efektif melayani pengangkutan ternak dan berlayar secara rutin dan terjadwal dari daerah sentra produksi menuju daerah konsumen.
Lanjut Fini, beberapa provinsi sebagai sumber produksi ternak yaitu Provinsi NTT, NTB, Jawa Timur, Jawa Tengah, Jawa Barat, Sulawesi Selatan dan Lampung. Provinsi Jawa Barat selain sebagai daerah sentra produksi juga sebagai daerah konsumsi setelah DKI Jakarta.
Keberadaan kapal khusus angkutan ternak juga merupakan upaya tindak lanjut dari rekomendasi Litbang KPK terkait perbaikan tata niaga komoditas strategis daging sapi. Litbang KPK menilai pengangkutan ternak antar pulau dengan kapal laut selama ini didominasi oleh beberapa pelaku usaha.
KPK merekomendasikan tersedianya alat angkut sapi yang dapat dimanfaatkan oleh banyak pihak dan memenuhi kaidah animal welfare. KPK juga merekomendasikan dibangunnya sarana dan prasarana loading-un loading di pelabuhan muat dan pelabuhan tujuan.
Dilihat sisi efektifitas menurut Fini, keberadaan kapal khusus ternak dinilai mengurangi waktu tempuh dan diharapkan menghemat biaya, mengurangi susut berat ternak karena selama perjalanan sudah menerapkan prinsip animal welfare.
Pengadaan kapal khusus angkutan ternak dilakukan oleh Pemerintah termasuk pemberian subsidi biaya pengangkutan (ongkos tambang). Selain itu, fasilitas yang tersedia di kapal khusus ternak adalah bongkar muat, asuransi, pakan dan air minum ternak selama pelayaran, pelayanan penanganan ternak (petugas dokter hewan 1 orang, mantri hewan 1 orang dan kleder 10 orang).
Pemanfaatan Muatan Balik Kapal Khusus Ternak
Pemanfaatan Muatan balik masih belum dioptimalkan, mengakibatkan biaya operasional/tarif yang tinggi. Hal tersebut perlu dikembangkan lebih baik lagi dengan melibatkan Pemerintah daerah serta pelaku usaha antar wilayah sehingga Tol Laut mampu menciptakan Pertumbuhan ekonomi antar wilayah.
Keberadaan kapal khusus ternak dapat dimanfaatkan pada arus balik untuk mengangkut bahan pakan ternak dari Pulau Jawa ke NTT. Biaya angkutan pakan buatan pabrik pun jika diangkut kapal ternak jauh lebih murah karena memanfaatkan arus balik dengan tarif muatan relatif murah.
“’Hal ini tentu mendukung upaya meminimalisir penyusutan bobot hidup ternak salah satunya dari sisi kebutuhan pakan ternak selama pelayaran. Penyusutan bobot hidup ternak selama pengangkutan dinilai dapat menurunkan nilai ekonomi ternak sehingga kompensasi kerugiannya dibebankan pada penambahan harga tiap kg bobot hidup ternak”ungkap Fini.
Fini menyebutkan provinsi NTT sebagai gudang ternak sapi, kerbau dan babi membutuhkan kontinuitas ketersediaan bahan pakan ternak yang cukup sepanjang tahun. Namun pada musim kemarau ketersediaan bahan pakan ternak di Provinsi NTT cenderung terbatas, untuk mengantisipasi kekurangannya perlu dipasok bahan pakan ternak dari daerah sumber pakan ternak. Sumber bahan pakan ternak cukup melimpah di beberapa daerah di Pulau Jawa sehingga bahan pakan ternak dapat dimuat di Pelabuhan yang disinggahi kapal.
“Oleh karena itu wilayah NTT sebenarnya masih sangat membutuhkan pasokan bahan pakan ternak dari wilayah lain. Pakan complete feed buatan pabrikan harganya relatif mahal karena didatangkan dari Surabaya dengan biaya pengangkutan yang tinggi.”pungkas Fini. (*)