KPPS dan Beratnya Beban Psikis Pemilu 2019
Petugas Pemungutan Suara, khusus untuk ketuanya, memiliki beban psikis yang sangat berat
Penulis: Amriyono Prakoso
Editor: Imanuel Nicolas Manafe
![KPPS dan Beratnya Beban Psikis Pemilu 2019](https://asset-2.tstatic.net/tribunnews/foto/bank/images/ridwan-kamil-beri-santunan-keluarga-petugas-pemilu-yang-meningga_20190424_065514.jpg)
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Berdasar pada data KPU, sudah 230 orang anggota Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) meregang nyawa dari gelaran Pemilu 2019.
Masyarakat berduka, begitu juga dengan seluruh peserta pemilu.
Baca: 230 Petugas KPPS Meninggal Dunia, KPU Proses Agar Santunan Segera Cair
Kedua pasangan capres dan cawapres serta tim pemenangan mengucapkan duka yang mendalam atas kejadian tersebut.
Namun, apa yang sebenarnya terjadi?
Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Titi Anggraini menjawab hal itu.
Petugas Pemungutan Suara, khusus untuk ketuanya, memiliki beban psikis yang sangat berat.
Dari awal, jelas dia, sudah ada 'pembebanan' agar jangan sampai mereka salah, baik dalam pemungutan, maupun penghitungan, bahkan sampai pada pengisian data rekapitulasi.
Padahal, lanjut dia, jika menilik pada Pemilu 2014 lalu dengan empat surat suara, tidak ada masalah yang signifikan.
Simulasi oleh KPU, tidak serta merta dapat memotret kesibukan sesungguhnya petugas saat hari H.
Apa yang terlihat hari ini, menurut Titi, PPS seakan menjadi ahli kepemiluan.
"Mereka dipaksa seakan menjadi ahli Pemilu saat hari H. Ini beban yang sangat berat. Beban psikis atau mental ini sangat berat untuk mereka," kata dia kepada Tribun, Jakarta, Sabtu (27/4/2019)
Belum sampai di situ, adanya kurang pemahaman dari putusan Mahkamah Konstitusi terjadi di lapangan.
MK yang memutuskan untuk perpanjangan waktu selama 12 jam, dipahami di lapangan adalah tanpa istirahat.
Dalam pandangan Titi, maksud dari putusan itu bukanlah tanpa istirahat.